: #Lookj_keren { position:fixed;_position:absolute;bottom:0px; left:0px; clip:inherit; _top:expression(document.documentElement.scrollTop+ document.documentElement.clientHeight-this.clientHeight); _left:expression(document.documentElement.scrollLeft+ document.documentElement.clientWidth - offsetWidth); } -->

Senin, 02 November 2009

Urgensi Sabar dalam Kehidupan

Cara Membuat Link pada Blog (Klik di sini)

Setiap manusia yang hidup di dunia ini tak luput dari berbagai macam musibah. Adakalanya musibah itu dikarenakan hilangnya orang yang dicintai dan ada juga hilangnya harta benda. Semuanya ini menjadi sunnatullah bagi manusia yang hidup.

Para nabi dan rasulpun tak luput dari musibah. Allah swt. telah mengimformasikan di dalam Alquran bagaimana hebatnya musibah yang mereka alami. Di antara para nabi dan rasul ada yang dimusnahkan harta bendannya dan ditimpakan padanya penyakit (Nabi Ayyub as.). Begitu juga Nabi Muhammad saw. dilempari dengan kotoran unta ketika sedang salat dan dilempar dengan batu hingga berdarah tumitnya. Semuanya ini mereka hadapi dengan sabar dan menyerahkan diri kepada allah.

Bila kita berpikir dan merenung sejenak, kita akan mendapati hikmah di balik musibah yang terjadi. Secara kasat mata, musibah hanya mendatangkan kerugian jiwa, materi dan perasaan yang dihantui dengan ketakutan dan kecemasan (secara psikologis). Firman Allah swt. artinya, “Bolej jadi kamu tidak menyukai sesuatu padahal Allah padanya kebajikan yang banyak”(QS. An-Nisa: 19).



Oleh karena itu jangan berkecil hati bila ditimpa suatu musibah. Bukan berarti Allah menaruh benci. Boleh jadi musibah yang ditimpakan Allah dikarenakan menunjukkan rasa sayangnya, untuk melihat sejauh mana keimanan hambanya. Begitu juga sebaliknya, kenikmatan yang diperoleh berlimpahruah tetapi pemberian itu semata kemurkaan Allah swt. Firman Allah swt. artinya, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan “Kami telah beriman”, sedangkan mereka tidak diuji”(QS. Al-an-Kabut: 2)

Para ahli Filosof membagi sabar itu lima (5) macam:

1. Sabar dalam beribadah. Perilaku sabar tidak hanya terbatas ketika seseorang mendapatkan kesusahan saja. Kesabaran itu juga diwujudkan dalam berbagai situasi dan kondisi (sikon). Di dalam menjalankan ibadahpun seseorang dituntut untuk bersikap sabar. Berapa banyak orang yang rugi dan tidak mendapatkan manis dan indahnya beribadah dikarenakan ketergesa-gesaannya dalam melaksanakan ibadah. Konsekuensinya adalah tidak ada bekas setelah beribadah. Waktu terus berlalu tetapi kebiasaan buruk tidak pernah berobah.

Misalnya dalam melaksanakan salat, seseorang dituntut untuk khusuk dalam seluruh kegiatan salat. Dimulai dari niat, segala perbuatan dan segala ucapan di dalamnya sampai berakhirnya salat. Bila salat ataupun ibadah yang lain dilakukan dengan khusuk akan terasa ada rasa kedamaian dan ketentraman dalam hati.

2. Sabar ketika ditimpa bencana. Peristiwa Situ Gintung telah menenggelamkan 300-an rumah penduduk dan kerugian materi yang tak terhingga merupakan contoh dekat dari musibah yang Allah turunkan. Musibah ini bukan pelajaran bagi mereka penduduk Situ Gintung saja, tetapi pelajaran kita semua.

Sudah banyak bencana/azab Allah turunkan yang tak kalah hebatnya bagi hamba-hambanya yang membangkang. Sehingga tak ada satupun yang tersisa dari hebatnya azab Allah swt. walaupun begitu, musibah ataupun azab namanya seorang hamba hendaknya selalu koreksi diri terhadap apa yang ia lakukan selama ini. Apakah ia berada dalam golongan orang selalu menjalankan perintah Allah atau sebaliknya.

Kesesalan, marah dan kebencian tidaklah berpaedah. Kesabaran disertai sikap menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah lebih baik dan itulah yang berguna. Musibah yang dialami dengan bersikap sabar maka kesulitan akan terasa ringan. Karena semua yang diamanahkan kepada kita semuanya adalah titipan Allah. Maka tidak ada satupun orang yang dapat menghalanginya.

3. Sabar dalam menghadapi kemaksiatan. Artinya adalah seseorang tetap konsisten untuk tetap berada dalam keimanan dan menhindarkan diri dari jalan-jalan menuju kemaksiatan. Secara teoritis hal ini mudah, tetapi secara praktek hal ini sangat sukar. Di sinilah dituntut peranan iman seseorang. Bila kuat keimanannya, insya Allah ia akan selamat bagaimanapun ramainya dan merajalelanya kemaksiatan.

Oleh karena itu Islam menganjurkan bersabar dengan berpuasa bagi para pemudanya yang memiliki kemauan untuk menikah tetapi belum sanggup dari segi finansial. Nabi saw. bersabda, artinya:”Hai para pemuda, apabila di antara kamu kuasa untuk nikah, hendaklah ia nikah. Sebab nikah itu dapat lebih menjaga mata dan kemaluan. Dan siapa yang tidak sanggup untuk menikah hendaklah ia berpuasa, sebab puasa itu dapat menjadi perisai baginya.”(Muttafaq ‘Alaih)

4. Sabar dalam menghadapi kesenangan.

Kebanyakan manusia ketika ditimpa kesusahan cendrung mengatakan “Ini cobaan dan ujian dari Allah”. Jarang sekali kalau manusia dapat rahmat melimpah dan kebahagiaan mengatakan bahwa ini pun merupakan ujian dan cobaan dari Allah. Ada di antara kita yang tak sanggup menghadapi ujian itu dan boleh jadi ada pula di antara kita yang tegar menghadapinya.

Banyak manusia lulus diuji Allah dari kefakiran dan kesusahan. Namun ketika manusia itu diberikan nikmat yang banyak, manusia banyak yang lupa dan cendrung tidak bersabar. Begitu juga mereka yang telah mendapatkan kedudukan. Banyak yang lupa terhadap janji-janjinya. Bahkan tak sedikit yang menceburkan dirinya kepada lembah kemaksiatan

Surat khalifah Umar bin al-Khatab ra. kepada Abu Musa Al-Asy’ari yang berbunyi:“Haruslah engkau bersabar! Dan ketahuilah, bahwa sabar itu dua. Yang satu lebih utama dari yang lain: sabar pada waktu musibah itu baik. Dan yang lebih baik daripadanya lagi, ialah sabar (menahan diri) dari yang diharamkan Allah Ta’ala. Dan ketahuilah, bahwa sabar itu yang memiliki iman. Yang demikian itu, adalah bahwa takwa itu kebajikan yang utama. Dan takwa itu dengan sabar”.

Setiap musibah, cobaan dan ujian itu tidaklah berarti apa-apa, kita berasal dari-Nya, dan baik suka maupun duka, diuji atau tidak, kita pasti akan kembali kepada-Nya. Ujian apapun itu datangnya dari Tuhan, dan hasil ujian itu akan kembali kepada Tuhan.

Kita ini tercipta dari tanah dan akan kembali menjadi tanah. Bila kita mampu mengingat dan mengerti arti kalimat tersebut, di tengah ujian dan cobaan yang menerpa kehidupan kita, maka Tuhan akan memberikan “hadiah” yang setimpal di hari penghakiman nanti.

Secara fitrah, orang yang ditimpa musibah akan merasakan kesedihan. Hendaknya kesedihan jangan menjadikan seseorang berbuat hal-hal yang tercela oleh akal sehat dan dilarang syariat agama.

Imam Baihaqi meriwayatkan hadis dari Abdullah ibn Abbas dari Nabi saw., artinya:”barang siapa yang mengucapkan istirja’ (inna lillahi wa inna lillahi raji’un) ketika mendapat musibah, Allah akan menggantinya dengan dengan kebaikan serta akan dianugrahi kepada penerusnya (anaknya) yang saleh dan berbakti padanya”. Bila musibah musibah disikapi dengan rasa pesimis, dunia yang luas terasa sempit dan rasa yang manis akan terasa pahit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar