: #Lookj_keren { position:fixed;_position:absolute;bottom:0px; left:0px; clip:inherit; _top:expression(document.documentElement.scrollTop+ document.documentElement.clientHeight-this.clientHeight); _left:expression(document.documentElement.scrollLeft+ document.documentElement.clientWidth - offsetWidth); } -->

Sabtu, 19 Desember 2009

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam merupakan agama rahmatan lil ‘alamin. Agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Sekecil dan sebesar bentuk gerak-gerak manusia, semuanya telah diatur Islam.
Begitu juga perihal menentukan awal Ramadan dan Syawal . Bulan yang dirindukan oleh orang-orang yang beriman dan bulan yang penuh dengan janji-janji pasti dari Allah. Bulan yang seyogianya diisi dengan kata-kata dan ucapan yang baik ternodai dengan perbedaan yang tidak disikapi dengan arif. Perbedaan yang tidak berujung kata mufakat ini, baiknya disikapi dengan saling menghormati, tidak dengan saling menyalahkan sesama muslim. Semuanya itu dapat berakibat putusnya ukhuwah di kalangan umat Islam itu sendiri.
Perbedaan ini sebelumnya telah ada jauh-jauh hari sebelumnya. Berbagai pemukatan telah dilakukan, namun tak pernah didapati kebersamaan dalam memulai puasa atau memulai merayakan hari raya idul fitri.
Umat Islam telah berkarya membuat sistem penanggalan Islam yang beragam selama 14 abad. Penanggalan yang beragam sebagai konsekuensi bahwa penetapan waktu ibadah tidak bisa ditunda, yang akhirnya dapat dicapai kesepakatan kelendar Islam itu, dengan keunikannya yang bersifat temporer atau darurat . Sudah saatnya umat Islam di seluruh dunia bersepakat atas keunikan kelendar Islam dengan basis ilmu pengetahuan dan konsisten dalam pelaksanaanya. Itu perlu pastisipasi pihak lain baik dari pemerintah, umat Islam, ahli hisab dan ilmu.
Perbedaan dalam memulai puasa atau hari raya yang ada membuat masyarakat bingung. Masyarakat bingung untuk mengikut pendapat yang mana. Orang yang menguasi betul ilmu falak ini sangat sedikit jumlahnya. Hal ini membuat masyarakat tidak memiliki tempat untuk bertanya.

Dalam penelitian risalah ini, penulis termotivasi untuk mengkaji perbedaan dalam menentukan awal Ramadan dan Syawal. Mengingat dalam waktu dekat masyarakat muslim di dunia, khususnya di Indonesia akan memasuki bulan Ramadan (penulis menyusun risalah ini bertepatan dengan bulan Juli 2009, sedangkan Ramadan jatuh pada bulan Agustus). Mudah-mudahan risalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pribadi, pembaca dan khalayak ramai.

B. Rumusan Masalah
Berangkat dari kenyataan yang dipaparkan di atas, perihal perbedaan dalam memulai puasa dan hari raya, penulis ingin meneliti perbedaan dalam menentukan awal bulan Ramadan dan Syawal secara objektif.
Dari masalah-masalah tersebut penulis membuat rumusan masalah dengan beberapa pertanyaan:
1. Apa pengertian ijtima‘ awal bulan dalam menentukan awal bulan Kamariyah?
2. Bagaimana menentukan awal bulan dengan sistem yang ada di Indonesia?
3. Kriteria hilal Apa yang digunakan untuk memasuki bulan Ramadan dan Syawal?
4. Apa yang menjadi perbedaan dalam menentukan awal bulan Ramadan dan Syawal?
5. Bagaimana solusi dan sikap terhadap perbedaan dalam berpuasa dan berhari raya?


C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian Perbedaan dalam Menentukan Awal Bulan Ramadan dan Syawal Ditinjau dari Berbagai Sistem yang Ada adalah:
1. Menjelaskan tata cara menentukan awal bulan.
2. Menerangkan penganut sistem dan kriteria untuk menentukan awal bulan Ramadan dan Syawal ditinjau dari sistem yang ada.
3. Memberikan gambaran perbedaan dalam menentukan awal bulan Ramadan dan Syawal ditinjau dari sistem yang ada.
4. Selain dari tujuan-tujuan di atas, penelitian ini juga bertujuan untuk memperoleh gelar Amd. A (Ahlimadya Agama) dan sertifikat Pendidikan Kader Ulama (PKU) Majelis Ulama Provinsi Sumatera Utara.




D. Batasan Istilah
Dalam penelitian ini dibatasi dalam membahas perbedaan dalam menentukan awal bulan Ramadan dan Syawal dilihat dari sistem yang menjadi perdebatan di tengah masyarakat. Sistem yang dimaksud adalah sistem imkanur ar-ru’yah, wujud al-hilal dan yang berdasarkan fenomena alam.


E. Metode Penelitian
Dalam mencari data-data dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:
1. Data Kepustakaan (library search)
2. Wawancara dengan anggota Badan Hisab dan Rukyat (BHR) Sumatera Utara.

F. Sistematika Pembahasan
Risalah ini penulis susun berdasarkan sistematika berikut ini:
1. Dalam Bab I merupakan pendahuluan dengan mengemukakan latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan istilah, tujuan penelitian, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
2. Dalam Bab II memuat penjelasan bulan dan jumlah Kamariyah, teknis menghitung bulan Kamariyah, dan penjelasan tentang berbagai sistem dalam menghitung awal bulan Kamariyah.
3. Dalam Bab III menjabarkan tentang dasar perintah puasa, berbagai sistem dalam menentukan awal bulan Kamariyah, kriteria imkanur ar-ru’yah dan fungsi hakim dalam menghilangkan perbedaan.
4. Dalam Bab IV merupakan uraian akhir dari risalah ini yang merangkum dari sub tema yang dibahas yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
Perlu dijelaskan bahwa metode penulisan yang digunakan penulis dalam menyusun risalah ini menggunakan buku yang ditulis oleh Panuti Sudjiman dan Dendy Sugono, dengan judul buku Petunjuk Penulisan Karya Ilmiyah cet. IV serta bimbingan dan arahan dari Ustaz Prof. H. Ramli Abdul Wahid, MA, H. Arso, SH. M. Ag, Prof. Dr. H. Amroeni Drajat, MA dan Husnel Anwar Matondang, M. Ag
Selengkapnya...

Sabtu, 07 November 2009

Manajemen Pendidikan

1. Faktor-faktor Metode Mengajar
Untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal, seorang pendidik (guru) harus memiliki atau menguasai beberapa metode. Seperti pembahasan yang lalu, jika seorang guru hanya menggunakan satu metode saja, akan mengakibatkan kebosanan. Begitu juga seorang guru yang menggunakan metode yang terlalu banyak akan materi pelajaran akan ketinggalan dari yang diharapkan. Karena tujuan pokok dari metode adalah untuk memudahkan bagi guru dan juga untuk memudahkan bagi murid itu sendiri.
Seperti kita ketahui, metode pendidikan itu banyak. Seperti metode ceramah, metode diskusi, metode eskprimen, metode demonstrasi, metode pemberian tugas, metode sosio-drama, metode drill, metode kerja kelompok, metode tanya-jawab dan metode proyek. Sedangkan dalam dunia pendidikan banyak sekali disiplin ilmu pengetahuan. Antara satu disiplin ilmu memiliki kesamaan dalam menggunakan metode untuk pengajaran. Oleh karena itu, seorang guru dituntut profesional dalam menggunakan metode-metode pengajaran.
Adapun faktor-faktor banyak metode mengajar adalah:
A. Tujuan Inskruksional Khusus
Tujuan merupakan arah yang dikejar dalam proses pembelajaran. Maksimal atau tidaknya suatu tujuan yang dicapai tergantung metode yang digunakan atau keterampilan seorang guru mengajar. Karena tujuan merupakan tumpuan dan arah untuk memperhitungkan efektivitas suatu metode.
B. Keadaan Murid-murid
Dalam UU No 20 tahun 2002 bahwa siswa merupakan peserta didik. Dalam proses mengajar siswa merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Sedangkan keadaan siswa itu sendiri berbeda. Baik dari sisi wataknya, kecerdasan, daya tangkap dan daya ingat.
Oleh karena tujuan dari metode yang digunakan adalah agar juga mampu menyerap pelajaran dengan baik. Seorang guru tidak memaksakan kehendakny agar dalam waktu tertentu bisa menguasai tanpa harus memperhatikan keadaan phisikis murid.
Metode yang diberikan harus diperhatikan pada perkembangan/kematangan murid, baik secara individu ataupun kolektif. Contohnya metode diskusi yang tidak sesuai dengan anak TK (taman kanak-kanak). Sedangkan metode diskusi tersebut hanya berlaku untuk jenjang pendidikan SLTP, SLTA dan Perguruan tinggi.
C. Materi atau Bahan Pengajaran
Seorang guru dituntut agar dapat menguasai dan memberikan atau mentransfer pengetahuan kepada muridnya. Banyak di kalangan siswa/I yang merasa jenuh, jengkel, dan bosan dengan materi pelajaran atau guru yang mengajari. Sedangkan pada kondisi yang lain dengan materi yang sama dan guru yang berbeda siswa mampu mencerna materi yang diajarkan.
D. Situasi
Maksud dari situasi di sini adalah suasana belajar atau suasana kelas. Hal ini meliputi ke adaan murid, kelelahan dan semangat belajar, cuaca, dan lainnya. Contohnya adalah dalam suasana diguyur hujan seorang siswa ditugaskan untuk diskusi.
E. Fasilitas
Fasilitas merupakan alat pendukung dalam proses pembelajaran. Fasilitas yang dimaksud bukan semata laboratorium atau ruangan UKS. Namun yang dimaksud adalah sekolah, alat dan tempat praktek dan fasilitas olah raga. Seorang guru kiranya tidak dapat mengadakan suatu metode yang fasilitasnya tidak ada.
F. Kebaikan dan Kelemahan Metode
Hal terpenting dalam menerapkan metode adalah mengetahui metode yang dikuasai sehingga mampu mendemonstrasikan kepada murid.

2. Hal-hal yang penting dipertimbangkan dalam memilih metode pengajaran
A. Tujuan yang Hendak Dicapai
Tujuan yang hendak dicapai dari masing-masing mata pelajaran itu haruslah menjadi perhatian utama bagi seorang guru dalam menetapkan metode apa yang dipakai dalam mengajar.
B. Kemampuan Guru
Efektif tidaknya suatu metode dipengaruhi oleh pada kemampuan guru yang memakainya, di samping kepribadian guru memang cukup dominan pengaruhnya. Jadi, faktor penguasaan metode dan kepribadian seorang guru juga hal yang perlu diperhatikan.
C. Anak Didik
Hendaklah guru dengan kearifan dalam memilih dan menetapkan suatu metode mengajar sesuai dengan bakat, minat, kecerdasan dan perhatian anak didik masing-masing di dalam kelas.
D. Situasi dan Kondisi Pengajaran di mana Berlangsung
Situasi dan kondisi tersebut perlu dipertimbangkan oleh guru dalam menggunakan metode mengajar, jika ingin pengajaran berhasil secara optimal.
E. Fasilitas yang Tersedia
Tersedianya sarana prasarana atau media mengajar sangat menentukan terhadap efektif tidaknya suatu metode. Jadi tersedia atau tidaknya fasilitas sekolah perlu diperhatikan dalam penentuan metode mengajar yang berhasil.
F. Waktu yang Tersedia
Biasanya waktu ditentukan dalam silabus atau kurukulum, dan tugas guru mempertimbangkan lamanya waktu yang tersedia tersebut dalam setiap kondisi, situasi pemilihan mengajar yang pas.
G. Kebaikan dan Kekurangan
Guru hendaklah mempertimbangkan segi kebaikan dan segi kekurangan suatu metode dan mengkombinasikannya dalam satu kesatuan yang harmonis dan kompak.

PENUTUP
Dari pembahasan di atas, pemakalah memberikan suatu kesimpulan:
Pertama, faktor-faktor metode mengajar adalah:
A. Tujuan Inskruksional Khusus
B. Keadaan Murid-murid
C. Materi atau Bahan Pengajaran
D. Situasi
E. Fasilitas
F. Kebaikan dan Kelemahan Metode
Kedua, hal-hal yang penting dipertimbangkan dalam memilih metode pengajaran:
A. Tujuan yang Hendak Dicapai
B. Kemampuan Guru
C. Anak Didik
D. Situasi dan Kondisi Pengajaran di mana Berlangsung
E. Fasilitas yang Tersedia
F. Waktu yang Tersedia
G. Kebaikan dan Kekurangan


DAFTAR PUSTAKA
Yusuf, Tayar dan Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, Raya Grafindo Persada: Jakarta, 1995
Drajat, Dzakiyah dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Bumi Aksara: Jakarta, 1995
Roestiyah N. K, Masalah-masalah Ilmu Keguruan, Bina aksara: Jakarta, Cet. Kedua, 1989
Nasution, Teknologi Pendidikan, Bumi Aksara: Jakarta, cet. Keempat, 2008
Gabung dengan Facebook Agus
Selengkapnya...

Senin, 02 November 2009

Urgensi Sabar dalam Kehidupan

Cara Membuat Link pada Blog (Klik di sini)

Setiap manusia yang hidup di dunia ini tak luput dari berbagai macam musibah. Adakalanya musibah itu dikarenakan hilangnya orang yang dicintai dan ada juga hilangnya harta benda. Semuanya ini menjadi sunnatullah bagi manusia yang hidup.

Para nabi dan rasulpun tak luput dari musibah. Allah swt. telah mengimformasikan di dalam Alquran bagaimana hebatnya musibah yang mereka alami. Di antara para nabi dan rasul ada yang dimusnahkan harta bendannya dan ditimpakan padanya penyakit (Nabi Ayyub as.). Begitu juga Nabi Muhammad saw. dilempari dengan kotoran unta ketika sedang salat dan dilempar dengan batu hingga berdarah tumitnya. Semuanya ini mereka hadapi dengan sabar dan menyerahkan diri kepada allah.

Bila kita berpikir dan merenung sejenak, kita akan mendapati hikmah di balik musibah yang terjadi. Secara kasat mata, musibah hanya mendatangkan kerugian jiwa, materi dan perasaan yang dihantui dengan ketakutan dan kecemasan (secara psikologis). Firman Allah swt. artinya, “Bolej jadi kamu tidak menyukai sesuatu padahal Allah padanya kebajikan yang banyak”(QS. An-Nisa: 19).



Oleh karena itu jangan berkecil hati bila ditimpa suatu musibah. Bukan berarti Allah menaruh benci. Boleh jadi musibah yang ditimpakan Allah dikarenakan menunjukkan rasa sayangnya, untuk melihat sejauh mana keimanan hambanya. Begitu juga sebaliknya, kenikmatan yang diperoleh berlimpahruah tetapi pemberian itu semata kemurkaan Allah swt. Firman Allah swt. artinya, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan “Kami telah beriman”, sedangkan mereka tidak diuji”(QS. Al-an-Kabut: 2)

Para ahli Filosof membagi sabar itu lima (5) macam:

1. Sabar dalam beribadah. Perilaku sabar tidak hanya terbatas ketika seseorang mendapatkan kesusahan saja. Kesabaran itu juga diwujudkan dalam berbagai situasi dan kondisi (sikon). Di dalam menjalankan ibadahpun seseorang dituntut untuk bersikap sabar. Berapa banyak orang yang rugi dan tidak mendapatkan manis dan indahnya beribadah dikarenakan ketergesa-gesaannya dalam melaksanakan ibadah. Konsekuensinya adalah tidak ada bekas setelah beribadah. Waktu terus berlalu tetapi kebiasaan buruk tidak pernah berobah.

Misalnya dalam melaksanakan salat, seseorang dituntut untuk khusuk dalam seluruh kegiatan salat. Dimulai dari niat, segala perbuatan dan segala ucapan di dalamnya sampai berakhirnya salat. Bila salat ataupun ibadah yang lain dilakukan dengan khusuk akan terasa ada rasa kedamaian dan ketentraman dalam hati.

2. Sabar ketika ditimpa bencana. Peristiwa Situ Gintung telah menenggelamkan 300-an rumah penduduk dan kerugian materi yang tak terhingga merupakan contoh dekat dari musibah yang Allah turunkan. Musibah ini bukan pelajaran bagi mereka penduduk Situ Gintung saja, tetapi pelajaran kita semua.

Sudah banyak bencana/azab Allah turunkan yang tak kalah hebatnya bagi hamba-hambanya yang membangkang. Sehingga tak ada satupun yang tersisa dari hebatnya azab Allah swt. walaupun begitu, musibah ataupun azab namanya seorang hamba hendaknya selalu koreksi diri terhadap apa yang ia lakukan selama ini. Apakah ia berada dalam golongan orang selalu menjalankan perintah Allah atau sebaliknya.

Kesesalan, marah dan kebencian tidaklah berpaedah. Kesabaran disertai sikap menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah lebih baik dan itulah yang berguna. Musibah yang dialami dengan bersikap sabar maka kesulitan akan terasa ringan. Karena semua yang diamanahkan kepada kita semuanya adalah titipan Allah. Maka tidak ada satupun orang yang dapat menghalanginya.

3. Sabar dalam menghadapi kemaksiatan. Artinya adalah seseorang tetap konsisten untuk tetap berada dalam keimanan dan menhindarkan diri dari jalan-jalan menuju kemaksiatan. Secara teoritis hal ini mudah, tetapi secara praktek hal ini sangat sukar. Di sinilah dituntut peranan iman seseorang. Bila kuat keimanannya, insya Allah ia akan selamat bagaimanapun ramainya dan merajalelanya kemaksiatan.

Oleh karena itu Islam menganjurkan bersabar dengan berpuasa bagi para pemudanya yang memiliki kemauan untuk menikah tetapi belum sanggup dari segi finansial. Nabi saw. bersabda, artinya:”Hai para pemuda, apabila di antara kamu kuasa untuk nikah, hendaklah ia nikah. Sebab nikah itu dapat lebih menjaga mata dan kemaluan. Dan siapa yang tidak sanggup untuk menikah hendaklah ia berpuasa, sebab puasa itu dapat menjadi perisai baginya.”(Muttafaq ‘Alaih)

4. Sabar dalam menghadapi kesenangan.

Kebanyakan manusia ketika ditimpa kesusahan cendrung mengatakan “Ini cobaan dan ujian dari Allah”. Jarang sekali kalau manusia dapat rahmat melimpah dan kebahagiaan mengatakan bahwa ini pun merupakan ujian dan cobaan dari Allah. Ada di antara kita yang tak sanggup menghadapi ujian itu dan boleh jadi ada pula di antara kita yang tegar menghadapinya.

Banyak manusia lulus diuji Allah dari kefakiran dan kesusahan. Namun ketika manusia itu diberikan nikmat yang banyak, manusia banyak yang lupa dan cendrung tidak bersabar. Begitu juga mereka yang telah mendapatkan kedudukan. Banyak yang lupa terhadap janji-janjinya. Bahkan tak sedikit yang menceburkan dirinya kepada lembah kemaksiatan

Surat khalifah Umar bin al-Khatab ra. kepada Abu Musa Al-Asy’ari yang berbunyi:“Haruslah engkau bersabar! Dan ketahuilah, bahwa sabar itu dua. Yang satu lebih utama dari yang lain: sabar pada waktu musibah itu baik. Dan yang lebih baik daripadanya lagi, ialah sabar (menahan diri) dari yang diharamkan Allah Ta’ala. Dan ketahuilah, bahwa sabar itu yang memiliki iman. Yang demikian itu, adalah bahwa takwa itu kebajikan yang utama. Dan takwa itu dengan sabar”.

Setiap musibah, cobaan dan ujian itu tidaklah berarti apa-apa, kita berasal dari-Nya, dan baik suka maupun duka, diuji atau tidak, kita pasti akan kembali kepada-Nya. Ujian apapun itu datangnya dari Tuhan, dan hasil ujian itu akan kembali kepada Tuhan.

Kita ini tercipta dari tanah dan akan kembali menjadi tanah. Bila kita mampu mengingat dan mengerti arti kalimat tersebut, di tengah ujian dan cobaan yang menerpa kehidupan kita, maka Tuhan akan memberikan “hadiah” yang setimpal di hari penghakiman nanti.

Secara fitrah, orang yang ditimpa musibah akan merasakan kesedihan. Hendaknya kesedihan jangan menjadikan seseorang berbuat hal-hal yang tercela oleh akal sehat dan dilarang syariat agama.

Imam Baihaqi meriwayatkan hadis dari Abdullah ibn Abbas dari Nabi saw., artinya:”barang siapa yang mengucapkan istirja’ (inna lillahi wa inna lillahi raji’un) ketika mendapat musibah, Allah akan menggantinya dengan dengan kebaikan serta akan dianugrahi kepada penerusnya (anaknya) yang saleh dan berbakti padanya”. Bila musibah musibah disikapi dengan rasa pesimis, dunia yang luas terasa sempit dan rasa yang manis akan terasa pahit.
Selengkapnya...