: #Lookj_keren { position:fixed;_position:absolute;bottom:0px; left:0px; clip:inherit; _top:expression(document.documentElement.scrollTop+ document.documentElement.clientHeight-this.clientHeight); _left:expression(document.documentElement.scrollLeft+ document.documentElement.clientWidth - offsetWidth); } -->

Kamis, 29 Oktober 2009

PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF

1. Pengertian Pendidik
Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, khalifah di permukaan bumi, sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.
Istilah lain yang lazimdipergunakan untuk pendidik adalah guru. Kedua istilah tersebut bersesuaian artinya, bedanya ialah istilah guru seringkali dipakai di lingkungan pendidikan formal, sedangkan pendidikan dipakai di lingkungan formal, informal maupun non formal.
Orang yang pertama kali bertanggung jawab terhadap perkembangan anak atau pendidikan anak adalah orangtuanya, karena adanya pertalian darah yang secara langsung bertanggung jawab atas masa depan anak-anaknya.
Orang tua disebut juga sebagai pendidik kodrat. Oleh karena dari pihak orang tua tidak mempunyai kemampuan, waktu dan sebagainya, maka mereka menyerahkan sebagian tanggung jawabnya kepada orang lain yang lebih berkompeten untuk melaksanakan tugas mendidik. Kalau di sini dikemukakan bahwa tugas pendidik itu membimbing atau memberikan pertolongan sebagaimana disebutkan di dalam definisi pendidikan, mungkin ada orang yang berkata bahwa jika demikian, dengan demikian maka seorang anak pun dapat menjadi pendidik karena ia juga dapat menolong anak-anak yang lainnya. Di sini perlu ditegaskan bahwa pendidikabn itu bukan hanya menolong semata, tetapi menolong dengan sadar, dengan maksud menuju kepada tujuan pendidikan

Sekarang anak yang menolong anak lainnya tidak ada maksud baginya menghubungkan tindakan itu dengan tujuan pendidikan. Ditinjau dari segi pertanggungjawaban, maka orang dewasa yang mendidik, ialah memikul pertanggungjawaban terhadap anak didiknya, sedangkan anak tidaklah demikian. Jelaslah kiranya bahwa si penolong kecil itu belum dapat disebut pendidik dalam arti sesungguhnya.
2. Tugas Pendidik
Sebagaimana telah disinggung di atas, mengenai pengerian pendidik, di dalamnya telah tersirat pula mengenai tugas-tugas pendidik, maka di sini lebih diperjelas lagi, yaitu:
a. Membimbing si terdidik
Mencari pengenalan terhadapnya mengenai kebutuhan, kesanggupan, bakat, minat dan lain sebagainya.
b. Menciptakan situasi untuk pendidikan
Yang dimaksud dengan situasi pendidikan yaitu suatu keadaan di mana tindakan- tindakan pendidikan dapat berlangsung dengan baik dan dengan hasil yang memuaskan.
Tugas lain, ialah harus pula memiliki pengetahuan-pengetahuan yang diperlukan, pengetahuan-pengetahuan keagamaan dan lain-lainnya. Pengetahuan ini jangan hanya sekedar diketahui tetapi juga diamalkan dan diyakininya sendiri. Ingatlah bahwa kedudukan pendidik adalah pihak yang ”lebih” dalam situasi pendidikan. Harus pula diingat bahwa pendidik adalah manusia dengan sifat-sifatnya yang tidak sempurna. Oleh karena itu, maka menjadi tugas pula bagi si pendidik untuk selalu meninjau diri sendiri. Dari reaksi si anak, dari hasil-hasil usaha pendidikan, pendidik dapat memperoleh bahan-bahan kesamaan dari pihak si terdidik. Kecaman yang membangun pun besar sekali nilainya .

3. Keutamaan Mengajar
Pendidik Islam adalah individu yang melaksanakan tindakan mendidik secara Islami dalam situasi pendidikan Islam untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Pendidik ini merupakan faktor human kedua sesudah terdidik. Walaupun pandangan dari teacher centred pada umumnya, tidak diterima, tetapi pendidik mempunyai peranan yang amat penting di dalam proses pendidikan. Dikatakan demikian karena tanpa pendidik pendidikan tak mungkin dapat berlangsung.
Imam Al-Ghazali seorang ahli didik Islam juga memandang bahwa pendidik mempunyai kedudukan utama dan sangat penting. Beliau mengemukakan keutamaan dan kepentingan pendidik tersebut dengan mensitir beberapa hadis dan asar.
Nabi SAW bersabda: “Barang siapa mempelajari satu bab dari ilmu untuk diajarkannya kepada manusia, maka ia diberikan pahala tujuh puluh orang siddiq (orang yang selau benar, membenarkan Nabi, seumpama Abu Bakar Siddiq).” Nabi Isa AS. Bersabda: “Barang siapa berilmu dan beramal serta mengajar, maka orang itu disebut“ orang besar ”Di segala penjuru langit.” Nabi bersabda: “Sebaik-baiknya pemberian dan hadiah adaloh kata-kata berhikmat. Engkau dengar lalu engkau simpan baik-baik. Kemudian engkau bawakan kepada saudaramu muslim, engkau ajari dia. Perbuatan yang demikian mempunyai ibadat setahun.” Nabi Muhammad SAW bersabda pula: “Bahwasanya Allah SWT, Malaikat-malaikat-Nya, isi langit dan bumi sampai kepada semut yang di dalam lubang dan ikan di dalam laut, semuanya berdoa kebajikan kepada orang yang mengajarkan manusia.” Nabi SAW. Bersabda: “Tiadalah seorang muslim memberi faedah kepada saudaranya, yang lebih utama dari kabar yang baik yang disampaikannya, kemudian disampaikan pula kepada orang lain.” Nabi SAW. Bersabda: “Sepatah kata yang didengar oleh seorang muslim lalu diajarkannya dan diamalkannya adalah lebik baginya daripada ibadat setahun.”
Pada suatu hari Rasulullah ke luar berjalan-jalan, lalu melihat dua majelis. yang satu mereka berdoa kepada Allah dengan sepenuh hati, yang satu lagi mengajar manusia. Maka Nabi bersabda: ”Adapun mereka itu memohon kepada Allah Ta’ala, jika dikehendaki-Nya maka dikabulkan-Nya. Jika tidak maka ditolak-Nya. Sedang mereka yang satu majelis lagi, mengajarkan manusia dan aku ini diutus untuk mengajar.” Kemudian Nabi menoleh ke majelis orang yang mengajar, lalu duduk bersama mereka Nabi Muhammad saw. bersabda: Rahmat Allah kepada kalifah-khalifahku.” Para sahabat bertanya: “Siapakah khalifah itu wahai Rasulullah? Rasullah menjawab: “Mereka yang menghidupkan sunahku dan mengajarkan kepada hamba Allah.” Umar ra. berkata: “Barangsiapa mengajarkan suatu hadis, lalu diamalkan orang, lalu baginya pahala sebanyak pahala diperoleh orang yang mengamalkannya.” Ibnu Abbas ra. juga berkata: “Orang yang mengajarkan kebajikan kepada orang banyak, diminta ampunkan dosanya oleh sesuatu sehingga ikan di laut.” Imam Al-Ghazali juga mengemukakan tentang mulianya pekerjaan mengajar, beliau berkata: “Maka seseorang yang alim mau mengamalkan apa yang diketahuinya, maka dialah dinamakan dengan orang besar di kerajaan langit. Dia adalah seperti matahari yang menerangi alam-alam yang lain, dia mempunyai cahaya dalam dirinya, dan dia adalah seperti minyak wangi yang mengawikan orang lain, karena ia memang ia wangi. Siapa-siapa yang memiliki pekerjaan mengajar ia telah memilih pekerjaan yang besar dan penting, maka dari hendaklah ia mengajar tingkah lakunya dan kewajibannya.”
Sedemikian tinggi penghargaan Al-Ghazali terhadap pekerjaan guru, sehingga diumpamakannya bagaikan matahari ataupun winyak wangi. Matahari adalah sumber cahaya yang dapat menerangi bahkan memberikan kehidupan. Sebab dengan ilmu yang diperoleh dari guru, teranglah baginya yang benar dan yang salah, dan selanjutnya dapat hidup bahagia dunia dan akhirat. Adapun minyak wangi adalah benda yang disukai setiap orang. Karena ilmu itu penting bagi kehidupan manusia dan di akhirat sehingga setiap orang pasti menuntutnya dan mencintainya.
Di samping dalil-dalil nash seperti di atas Imam Al-Ghazali juga mengemukakan pentingnya pekerjaan mengajar itu dengan mempergunakan dalil akal. Beliau berkata: “Mulia atau tidaknya pekerjaan itu diukur dengan apa yang ia kerjakan. Pandai emas lebih mulia daripada penyamak kulit, karena tukang emas mengolah emas atau logam yang amat mulia, dan penyamak mengolah kulit kerbau mati.” Guru mengolah manusia yang dianggap makhluk paling mulia dari seluruh makhluk Allah. Oleh karenanya dan dengan sendirinya pekerjaan mengajar amat mulia, karena mengolah manusia tersebut. Bukan itu saja keutamaannya, guru mengolah bagian yang mulia dari antara anggota-anggota manusia, yaitu akal dan jiwa dalam rangka menyempurnakan, memurnikan dan membawanya mendekati Allah semata.” Pandangan Al-Ghazali dalam bidang karya mengajar ini sangat berpengaruh sekali terhadap para pengajar dan para muballigh serta merangsang mereka dari melakukan pekerjaan mengajar. Karena itu muncullah guru-guru yang terkenal dan mereka mau mengajar tanpa mengharapkan imbalan materi, gaji ataupun honor.
Firman allag:

Artinya:
“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya," lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruknya tukaran yang mereka terima.”
(Ali Imran: 187)

Nabi saw. bersabda:
Artinya:
“Barangsiapa yang menyembunyikan ilmunya maka Tuhan akan mengekangnya dengan kekangan api neraka.”
(HR. Ibnu Majah)

Nabi bersabda pula:

Artinya:

“Sampaikanlah dariku walaupun cuma satu ayat.”
(Al-Hadis)

Dari uraian tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Perbuatan mendidik/mengajar adalah perintah yang wajib dilaksanakan dan barangsiapa mengelak dari kewajiban ini diancam dengan siksa kekangan api neraka.
2. Perbuatan mendidik/mengajar adalah perbuatan yang terpuji dan mendapat pahala dari Allah dengan pahala yang sangat banyak.
3. Perbuatan mendidik/mengajar adalah merupakan amal kebajikan jariyah yang akan mengalirkan pahala selama ilmu yang diajarkan tersebut masih diamalkan orang yang belajar tersebut.
4. Perbuatan mendidik/mengajar adalah perbuatan sangan mulia karena mengolah organ manusia yang mulia.
5. Dengan adanya seruan dari Tuhan dan perintah untuk melaksanakan pekerjaan sebagai pendidik/pengajar ini maka umat Islam umumnya menyambut gembira. Karena itu kita saksikan mereka tunaikan pekerjaan mereka dengan penuh kesungguhan walaupun mungkin imbalan (gaji)nya terbatas atau tidak seberapa jika dibandingkan dengan pekerjaan lain yang gajinya lebih tinggi ataupun jika dibandingkan dengan kebutuhan hidup mereka.
4. Jenis-jenis Pendidik
Menurut Prof. Dr. Moh. Athiyah Al-Abrasy pendidik itu ada tiga macam, yaitu:
a. Pendidik kuttab
b. Pendidik umum
c. Pendidik khusus
Yang dimaksud pendidik kuttab ialah pendidik yang mengajarkan Al-Quran kepada anak-anak di kuttab. Sebagian di antara mereka hanya berpengetahuan sekedar pandai membaca, menulis dan menghafal Al-Quran semata. Sebagian di antara mereka mengajar untuk kepentingan duniawi atau mencari penghidupan saja, sehingga kurang mendapat penghormatan dari masyarakat. Namun tidak kurang dari mereka berilmu pengetahuan yang luas dan mengajar secara ikhlas sehingga mendapat kehormatan dan penghargaan yang mulia. Di antara mereka seperti Al Hajaj, Al-Kumait, Al-Khatib Ath ‘bin Abi Rabah dan lain-lain.
Pendidik umum ialah pendidik pada umumya, ia mengajar di lembaga-lembaga pendidikan dan mengelola atau melaksanakan pendidikan Islam secara formal seperti madrasah-madrasah, pondok pesantren, pendidikan di masjid, surau-surau, ataupun pendidikan informal seperti keluarga.
Pendidikan khusus atau seringkali disebut muadib yaitu pendidik yang memberikan pelajaran khusus kepada seorang atau lebih dari seorang anak pembesar, pemimpin negara atau khalifah seperti pendidikan yang dilaksanakan di rumah-rumah tertentu di istana. Dalam hal ini biasanya orangtua (ayah) terdidik bersama-sama dengan pendidik memilih dan menentukan mata pelajaran yang akan diajarkan kepada anak didik. Di samping itu agar anak didik dapat mengawasi murid-muridnya secara terus-menerus, orangtua menyediakan suatu ruangan khusus yang dapat dipakai oleh pendidik untuk makan, minum, istrahat dan tidur di tempat itu. Guru khusus ini biasanya memberikan pelajaran 4 jam atau lebih setiap hari dan ia tinggal bertahun-tahun di tempat itu. Karena itu anak didik dapat melanjutkan pelajarannya sampai ke tingkat yang dikehendaki. Orang tua terdidik umumnya sangat menghormati kepada guru khusus ini. Mereka juga memperhatikan keperluan-keperluan guru itu, karenanya guru tersebut memperoleh kedudukan/status ilmiah yang cukup tinggi dalam masyarakat. Umumnya orang suka untuk menjadi pendidik khusus ini. Hanya sedikit, boleh dikatakan dapat dihitung dengan jari orang yang menolak jabatan ini, dengan alasan karena zuhud, bahwa hidup itu semata-mata beribadat kepada Allah saja. Di antara yang menolak karena zuhud tersebut yaitu: Kholil bin Ahmad, Abdullah bin Idris; beliau-beliau itu lebih menyukai menjadi pendidik atau guru bagi anak-anak yang jumlahnya banyak (klasikal) daripada menjadi guru khusus, yaitu mengajar kepada anak-anak dari golongan tingkat tinggi saja.
Di kalangan tasawuf, guru atau pembimbing bagi pengikut ajaran tasawuf. Seringkali diistilahkan dengan Syekh yang berarti seorang pemimpin kelompok kerohanian, pengawasan murid-murid dalam segala kehidupan, penunjuk jalan dan dianggap sebagai perantara antara seorang murid dengan Tuhannya. Ia disebut juga dengan istilah Mursyidatul Khalifah, artinya ia adalah seorang yang mempunyai tingkat kerohanian yang tinggi, sempurna ilmu syariatnya, matang ilmu hakikat dan ilmu makrifatnya. Dengan kata lain seorang syekh adalah orang telah mencapai derjat yang sempurna yang dalam istilah tasawuf disebut maqam rajalul kamal.
Seringkali juga istilah syekh ini dipakai untuk menyebut seorang yang sangat luas ilmunya baik ilmu duniawi maupun ilmu ukhrawi serta berkhidmat /mendarmabaktikan ilmu yang dimilikinya untuk kepentingan umat manusia. Di antara ulama dan cendikiawan muslim yang mendapat laqab atau gelar syekh ini ialah Ibnu Khaldun, Muhammad Rasyid Ridha dan lain-lain.
Dalam lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indoensia pendidikan seringkali disebut ustaz dan kyai. Ustaz berasal dari bahasa arab yang berarti guru besar. Sebutan ini dipakai di kalangan lembaga pendidikan Islam formal yang pendidikan dan pengajarannya diselenggarakan dengan sistem madrasah (klasikal) seperti: madrasah, madrasah Diniyah dan lain-lain. Uztaz berarti guru besar, hanya dipakai di kalangan perguruan tinggi atau universitas Islam. Sedangkan kata kyai semula berasal dari bahasa Jawa yang dalam praktek kehidupan dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda, yaitu:
a. Sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat; umpanya: kyai Garuda Kencana dipakai untuk sebutan Kereta Emas yang ada di Keraton Yogyakarta.
b. Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.
c. Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada santrinya. Selain gelar Kyai, ia juga disebut seorang alim (orang yang luas pengetahuan Islamnya atau ulama.
Di Jawa Barat mereka disebut ajengan. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, ulama yang memimpin pesantren disebut kyai. Namun di zaman sekarang, banyak juga ulama yang cukup berpengaruh di masyarakat juga mendapat gelar “Kyai” walaupun mereka tidak memimpin pesantren.
Ditinjau dari segi status dan kaitannya dengan gaji yang mereka terima ada 2 (dua) macam:
a. Guru swasta yaitu pendidik Islam yang statusnya adalah swasta; artinya bukan pegawai negeri yang menerima gaji dari pemerintah, melainkan ia bekerja. Kadang-kadang ada di antara mereka yang menerima gaji dari yayasan pendidikan di tempat di mana ia bekerja, tetapi banyak pula di antara mereka yang tidak menerima gaji sepeser pun. Ia bekerja di lembaga pendidikan Islam ini hanya mengharapkan rida dan pahala dari Allah swt.
b. Guru negeri yaitu pendidik Islam yang statusnya sebagai pegawai negeri. Ia bekerja dan menerima gaji dari pemerintah. Kadang-kadang ia bekerja di lembaga pendidikan negeri tetapi adapula di antara mereka yang diperbantukan di lembaga-lembaga pendidikan Islam swasta.
5. Syarat-syarat yang Harus Dimiliki Pendidik
Menurut H. Mubangit bahwa syarat untuk menjadi pendidik/guru yaitu:
a. Dia harus orang yang beragama
b. Mampu bertanggung jawab atas kesejahteraan agama
c. Dia tidak kalah dengan guru-guru sekolah umum lainnya dalam membentuk warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa dan tanah air
d. Ia harus memiliki perasaan panggilan murni
Dari syarat syarat yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidik atau guru adalah orang-orang dewasa yang harus berakhlak baik dan mempunyai kecapan mendidik
Pendapat lain mengatakan bahwa syarat-syarat yang harus dipenuhi seorang guru agama agar usahanya berhasil dengan baik, ialah:
a. Dia harus mengerti mendidik sebaik-baiknya, sehingga segala tindakannya dalam mendidik disesuaikan dengan jiwa anak didik.
b. Dia harus memiliki bahasa yang baik dan menggunakannya sebaik mungkin, sehingga dengan bahasa itu anak tertarik kepada pelajarannya. Dan dengan bahasanya itu dapat menimbulkan perasaan yang halus pada anak
c. Dia harus mencintai anak. Sebab cinta senantiasa mengandung arti menghilang kepentingan diri sendiri untuk keperluan orang lain.
Dari syarat-syarat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa guru-guru harus bekerja sesuai dengan ilmu mendidik yang sebaik-baiknya dengan disertai ilmu pengetahuan yang cukup luas dalam bidangnya serta dilandasi rasa berbakti yang tinggi
Team penyusun buku teks Ilmu Pendidikan Islam Perguruan Tinggi Agama/IAIN merumuskan bahwa syarat untuk menjadi guru agama ialah bertakwa kepada Allah, berilmu, sehat jasmani, berakhlak baik, bertanggung jawab, dan berjiwa nasional.
Adapun kriteria jenis akhlak yang dituntut, antara lain:
a. Mencintai jabatannya sebagai guru,
b. Bersikap adil terhadap semua murid
c. Guru harus berwibawa
d. Guru harus gembira
e. Berlaku sabar dan tenang
f. Guru harus bersifat manusiawi
g. Bekerja sama dengan guru-guru yang lain
h. Bekerja sama dengan masyarakat
Dari syarat-syarat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa mengingat tugas sebagai guru agama adalah tugas yang berat tetapi mulia maka dituntut syarat-syarat jasmani, rohani dan sifat-sifat lain yang diharapkan dapat menunjang untuk memikul tugas itu dengan sebaik-baiknya.
Menurut al-Qosqosandi seorang pendidik Islam di zaman khalifah Fathimahdi mesir menetapkan bahwa syarat-syarat untuk dapat menjadi guru ialah:
a. Syarat fisik:
1) Bentuk tubuhnya bagus
2) Manis mukanya/berseri-seri
3) Lebar dahinya, dan
4) Dahinya terbuka dari rambutnya (bermuka bersih)
b. Syarat psikis:
1) Berakal sehat
2) Hatinya beradab
3) Tajam pemahamannya
4) Adil
5) Bersifat perwira (ksatria)
6) Luas dadanya
7) bila berbicara lebih dahulu terbayang dalam hatinya;
8) dapat memilih perkataan-perkataan yang mulia dan baik;
9) perkataannya jelas, mudah dipahami dan berhubungan satu sama lain; dan
10) menjauhi segala sesuatu yang membawa kepada perkataan yang tidak jelas.
Dalam hubungan ini Ibnu Muqaffa' menasihatkan bahwa barangsiapa ingin menjadi imam yang tegak jiwanya sebagai imam agama dalam masyarakat, hendaklah ia memulai lebih dahulu mengajar dirinya dan mengamalkan dalam tingkah laku, atau pendapat dan pembicaraannya. Mengajar dengantingkah lakunya adalah lebih berhasil daripada mengajar denganliaannya. Guru dan pendidik bagi dirinya lebih berhak mendapat ketinggian dan keutamaan daripada guru dan pendidik-pendidik terhadap orang lain.
Az-Zarmuji penyusun buku Ta'limul Mutaa'llim mengemukakan beberapa sifat guru.
a. Mempunyai kelebihan ilmu, maksudnya menguasai ilmu.
b. Wary'; kesanggupan menjaga diri dari perbuatan/tingkah laku yang terlarang.
Az-Zarnuji kemudian menambahkan denganmengutip pernyataan Imam Abu Hanifah ketika beliau mendapatkan Hammed Ibnu Sulaiman.
Abu Hanifah berkata: "Aku dapati dia (Hammad) sudah tua, berwibawa, santun dan penyabar, maka menetaplah aku di sampingnya dan akupun tumbuh berkembang."6)
Dari uraian tersebut di atas, dapat diaimpulkan bahwa tugas guru agama lebih berat dibandingkan dengantugas-tugas guru pada umumnya, di samping itu tugas sebagai guru agama terkandung pula, sebagai tugas suci memenuhi panggilan agama karena berkaitan erat denganibadah terhadap Tuhan. Sehubungan denganitu maka para ahli didik Ialam menentukan syarat-syarat yang bermacam-rnacam, kesemuanya itu hanya denganmaksud agar tugas itu dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
6. Sifat-Sifat yang- Harus Dimiliki Pendidik
Menurut Prof. Dr. Moh. Athiyah Al Abrasyi seorang pendidik Ialam itu harus memiliki sifat-sifat tertentu agar ia dapat melaksanakan tugasnya denganbaik.
Adapun sifat-sifat itu ialah:
a. Memiliki sifat zuhud, tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari keridaan Allah semata.
b. Seorang guru harus bersih tubuhnya, jauh dari dosa besar, sifat ria (mencari nama), dangki, permusuhan, perseliaihan dan lainlain sifat yang tercela.
c. Ikhlas dalam kepercayaan, keikhlasan dan kejujuran seorang guru di dalam pekerjaannya menipakan jalan terbaik ke arah suksesnya di dalam tugas dan sukses murid-muridnya.
d. Seorang guru harus bersifat pemaaf terhadap muridnya, ia sanggup menahan diri, menahan kemarahan, lapang hati, banyak sabar dan jangan pemarah karena sebab-sebab yang kecil. Berpribadi dan mempunyai harga diri.
e. Seorang guru harus mencintai murid-muridnya seperti cintanya terhadap anak-anaknya sendiri, dan memikirkan keadaan mereka seperti, ia memikirkan keadaan anak-anaknya sendiri. Bahkan seharusnya ia lebih mencintai murid-muridnya daripada anaknya sendiri.
f. Seorang guru harus mengetahui tabiat, pembawaan, adat, kebiasaan, rasa dan pemikiran murid-muridnya agar ia tidak kelint dalam mendidik murid-muridnya.
g. Seorang guru harus menguasai mata pelajaran yang akan diberikannya, serta memperdalam pengetahuannya, tentang itu sehingga mata pelajaran itu tidak akan bersifat dangkal.7)
Imam AI-Ghazali menasihati kepada para pendidik Ialam agar memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
a. Seorang guru harus menaruh rasa kasih sayang terhadap murid-muridnya dan memperlakukan mereka seperti perlakuan mereka terhadap anaknya sendiri.
b. Tidak mengharapkan balas jasa ataupun ucapan terima kasih, tetapi denganmengajar itu ia bermaksud mencari keridaan Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya.
c. Hendaklah guru menasihatkan kepada pelajar-pelajarnya supaya jangan sibuk denganilmu yang abstrak dan yang gaib-gaib, sebelum selesai pelajaran atau pengertiannya dalam ilmu yang jelas, konkrit dan ilmu yang pokok-pokok. Terangkanlah bahwa sengaja belajar itu supaya dapat mendekatkan diri kepada Allah, bukan akan bermegah-megahan denganilmu pengetahuan itu.
d. Mencegah murid dari sesuatu akhlak yang tidak baik denganjalan sindiran jika mungkin dan jangan denganterus terang, denganjalan halus dan jangan mencela.
e. Supaya diperhatikan tingkat akal pikiran anak-anak dan berbicara denganmereka menurut kadar akalnya dan jangan diaampaikan sesuatu yang melebihi tingkat tangkapnya agar ia tidak lari dari pelajaran, ringkasnya bicaralah denganbahasa mereka
f. Jangan ditimbulkan rasa benci pada diri murid mengenai suatu cabang ilmu yang lain, tetapi seyogianya dibukakan jalan bagi mereka untuk belajar cabang ilmu tersebut.
g. Seyogianya kepada murid yang masih di bawah umur, diberikan pelajaran yang jelas dan pantas untuk dia, dan tidak perlu diaebutkan kepadanya akan rahasia-rahasia yang terkandung di belakang sesuatu itu, sehingga tidak menjadi dingin kemauannya atau geliaah pikirannya.
h. Seorang guru harus mengamalkan ilmunya dan jangan berlain kata denganperbuatannya.8)
Dari uraian tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tugas sebagai guru adalah berat tetapi mulia. Dikatakan berat sebab jabatan guru menuntut pengorbanan yang besar serta dedikasi yang tinggi. Karena itu seorang guru tidak dapat mengelak dari tugasnya dalam waktu kapan dan dimanapun bilamana anak didiknya membutuhkan pertolongan atau bantuannya. Namun demikian jabatan guru adalah dihormati oleh siapapun walaupun mungkin gajinya sangat terbatas apabila dibandingkan denganjabatan jabatan lain yang tidak menuntut tanggung jawab sebesar dengantanggung jawab yang diberikan oleh guru. Di samping itu dari guru inilah orang yang tadinya beta huruf menjadi melek huruf, orang yang tadinya bodoh menjadi pandai, orang yang semula dalam keadaan kegelapan menjadi terang benderang dan seterusnya. Walhasil berkat jasa dari gurulah orang yang tadinya tidak dapat berbuat sesuatu kemudian menjadi dapat berbuat segala macam.
Abdurrahman An Nahlawi menyarankan agar guru dapat melaksanakan tugasnya denganbaik supaya memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
a. Tingkah laku dan pola pikir guru bersifat Rabbani, sebagaimana telah dijelaskan di dalamsuratAli Imran ayat 79: "Akan tetapi hendaklah kalian inenjadi orang-orang. Rabbani." Yakni hendaklah kalian bersandar kepada Rabb denganmenaati-Nya, mengabdi kepada-Nya, mengikuti syarat-Nya clan mengenal sifatsifat-Nya. Jika guru, telah memiliki sifat Rabbani, maka dalam segala kegiatan mendidiknya akan bertujuan menjadikan para pelajarnya orang-orang Rabbani jugs; yaitu orang-orang yang melihat dampak dan dalil-dalil atas keagungan Allah, khusus' kepadaNya dan merasakan keagungan-Nya pada setiap periatiwa sejarah, sunah, kehidupan, sunah alam atau hokum alam. Tanpa sifat ini, guru tidak mungkin akan dapat mewujudkan tujuan pendidikan Ialam. Karma ibadah kepada Allah, menurut pendapat kita, harus meliputi pandengankits tentang alam, seluruh perbuatan kits di dalam hidup dan seluruh pikiran kita.
b. Guru seorang, yang ikhlas. Sifat ini termasuk kesempurnaan sifat Rabbaniyah. Dengankata lain, hendaknya denganprofesinya sebagai pendidik dan dengankeluasan ilmunya, guru hanya bermaksud mendapatkan keridaan Allah, mencapai dan menegakkan kebenaran; yakni menyebarkan ke dalam akal an anak dan membimbing mereka sebagai para pengikutnya. Jika keikhlasan telah hilang akan muncullah sifat saling mendangki di antara para guru, serta sifat pembenaran pendapat dan cara kerjanya sendiri, tanpa mau menghiraukan pandenganorang lain. Dalam keadaan seperti itu, maka sifat egoistic yang didukun bahwa nafsu akan mengganti pula hidup di atas kebenaran
c. Guru bersabar dalam mengajarkan berbagai pengetahuan kepada anak-anak. Hal ini memerlukan latihan dan Mangerti, berarti dalam menggunakan metode, serta melatih jiwa dalam mem kesusahan. Di samping itu, karena manusia tidak lama dalam kemampuan belajarnya, guru tidak boleh menuruti hawa nafsunya ingin segera melihat hasil kerjanya sebelum pengajarannya itu terserap dalam jika anak, yang melahirkan hasrat untuk menerapkan dalam perbuatan; sebelum tingkah lakunya dikembangkan dan sebelum mereka merasa mapan sehingga tergugah gairahnya untuk mengkaji ulang mengamalkan yang mereka pelajari dalam hidup dan masyarakat mereka, belajar dan mengajar atas dasar sikap sabar dapat bermuara pada kebangkitan umat.
d. Guru jujur dalam menyampaikan apa yang diserukannya. Tanda kejujuran itu ialah menerapkan anjurannya itu pertama-tama pada dirinya sendiri. Jika ilmu dengan amalnya telah sejalan, maka para pelajar akan mudah meniru dan mengikutinya dalam setiap perkataan dan perbuatannya. Tetapi jika perbuatannya bertentangan dengan seruannya, maka pada para pelajar timbul keengganan mengamalkan apa yang diucapkannya; atau setidak tidaknya merasa bahwa perkataan gurunya itu tidak sungguhsungguh,
e. Guru senantiasa membekali diri dengan ilmu dan kesediaan membiasakan untuk terus mengkajinya. Kitt melihat, bagaimana Allah memerintahkan kepada para pengikut Rasul supaya menjadi orang-orang Rabbani yah dengan mempelajari Al-Kitab dan mengajarkannya.
f. Guru mampu menggunakan berbagai metode mengajar secara bervariasi menguasainya dengan baik serta mampu menentukan dan memilih metode mengajar yang selaras bagi materi pengajaran serta situasi belajar mengajarnya.
g. Guru mampu mengelola siswa, tegas dalam bertindak serta meletakkan berbagai perkara secara proporsional. Dengan demikian guru tidak akan bersikap keras dalam kondisi yang semestinya dia bersikap lunak, dan tidak pula bersikap lunak dalam kondisi yang seharusnya dia bersikap tegas. Karakteristik ini merupakan salah satu sifat pemimpin. Memang guru adalah pemimpin kelas. Dia adalah orang yang patut dicontoh dan dipatuhi oleh para pelajar.
h. Guru mempelajari kehidupan psikis para pelajar selaras dengan masa perkembangannya ketika ia mengajar mereka, sehingga dia dapat memperlakukan mereka sesuai dengan kemampuan akal dan kesiapan psikis mereka.
i. Guru tanggap terhadap berbagai kondisi dan perkembangan dunia yang mempengaruhi jiwa, keyakinan dan pola berpikir angkatan muda. Di samping itu, hendaknya memahami pula berbagai problema kehidupan modern serta cara bagaimana dalam menghadapi dan mengatasinya. Hal ini dapat diupayakan dengan disertai wawasan tertulis serta keterampilan bertindak, sambil mengikuti dan memahami gejolak dan suara remaja, mengkaji berbagai informasi dan keluhan mereka yang menimbulkan keresahan.
Dengan kata lain guru hendaknya meneliti sebab-sebab keresahan pelajar dan menganalisisnya dengan bijaksana dan memuaskan.
j. Guru bersikap adil di antara para pelajarnya; tidak cenderung kepada salah satu golongan di antara mereka dan tidak melebihkan seseorang atas yang lain, dan segala kebijaksanaan dan tindakannya ditempuh dengan jalan yang benar dan dengan memperhatikan setiap pelajar, sesuai dengan perbuatan serta kemampuannya. Rasulullah SAW sendiri telah diperintahkan supaya bersikap adil, meskipun beliau adalah contoh teladan bagi para guru.9)

7. Pendidik dalam Perspektif Pendidikan Islam
Dalam pendidikan Islam, pendidik memiliki anti dan peranan yang sangat penting, hal ini disebabkan ia memiliki tanggung jawab dan menentukan arah pendidikan. Itulah sebabnya Dalam sangat menghargai dan menghormati orang-orang yang berilmu pengetahuan dan bertugas sebagai pendidik. Dalam mengangkat derajat mereka dan memuliakan mereka melebihi dari pada orang Ialam lainnya yang tidak berilmu pengetahuan dan bukan pendidik.
Allah berfirman:

Artinya:
"Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetaluran beberapa derajat”
(QS. A1-Mujadalah: 11)

Bahkan arang-orang yang berilmu pengetahuan dan mau mengajarkan ilmunya kepada mereka yang membutuhkan akan disukai oleh Allah dan didoakan oleh penghuni langit, penghuni bumi seperti semut dan ikan di dalam Taut agar ia mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan.

Rasulullah SAW bersabda:

Artinya:
"Sesungguhnya Allah Yang Mafia Suci, malaikat-Nya, penghuni-penghuni langit-Nya dan bumf-Nya termasuk semut dalam lubangnya dan termasuk ikan dalam laut akan mendoakan keselamatan bagi orang-orang yang mengajar manusia kepada kebaikan."
HR. Tirmizi)

Demikianlah keberuntungan yang dimiliki oleh orang berilmu pengetahuan dan mau mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Sehubungan dengan itu maka dalam mengimbau kepada orang berilmu untuk suka mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Bagi mereka yang tidak mau menanggapi imbauan tersebut bahkan menyembunyikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya maka ia diancam dengan kekangan api neraka.
Rasulullah SAW bersabda:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar