tag:blogger.com,1999:blog-35229192207338356062024-03-05T11:18:51.237-08:00HAMBA ALLAH AL KARIMMahasiswa UMSU FAIhttp://www.blogger.com/profile/16783295075516192727noreply@blogger.comBlogger6125tag:blogger.com,1999:blog-3522919220733835606.post-30084493818817855532009-12-19T18:17:00.000-08:002009-12-19T18:24:14.975-08:00BAB I<br />PENDAHULUAN<br />A. Latar Belakang Masalah<br />Islam merupakan agama rahmatan lil ‘alamin. Agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Sekecil dan sebesar bentuk gerak-gerak manusia, semuanya telah diatur Islam.<br />Begitu juga perihal menentukan awal Ramadan dan Syawal . Bulan yang dirindukan oleh orang-orang yang beriman dan bulan yang penuh dengan janji-janji pasti dari Allah. Bulan yang seyogianya diisi dengan kata-kata dan ucapan yang baik ternodai dengan perbedaan yang tidak disikapi dengan arif. Perbedaan yang tidak berujung kata mufakat ini, baiknya disikapi dengan saling menghormati, tidak dengan saling menyalahkan sesama muslim. Semuanya itu dapat berakibat putusnya ukhuwah di kalangan umat Islam itu sendiri.<br />Perbedaan ini sebelumnya telah ada jauh-jauh hari sebelumnya. Berbagai pemukatan telah dilakukan, namun tak pernah didapati kebersamaan dalam memulai puasa atau memulai merayakan hari raya idul fitri.<br />Umat Islam telah berkarya membuat sistem penanggalan Islam yang beragam selama 14 abad. Penanggalan yang beragam sebagai konsekuensi bahwa penetapan waktu ibadah tidak bisa ditunda, yang akhirnya dapat dicapai kesepakatan kelendar Islam itu, dengan keunikannya yang bersifat temporer atau darurat . Sudah saatnya umat Islam di seluruh dunia bersepakat atas keunikan kelendar Islam dengan basis ilmu pengetahuan dan konsisten dalam pelaksanaanya. Itu perlu pastisipasi pihak lain baik dari pemerintah, umat Islam, ahli hisab dan ilmu. <br />Perbedaan dalam memulai puasa atau hari raya yang ada membuat masyarakat bingung. Masyarakat bingung untuk mengikut pendapat yang mana. Orang yang menguasi betul ilmu falak ini sangat sedikit jumlahnya. Hal ini membuat masyarakat tidak memiliki tempat untuk bertanya. <br /><span class="fullpost"><br />Dalam penelitian risalah ini, penulis termotivasi untuk mengkaji perbedaan dalam menentukan awal Ramadan dan Syawal. Mengingat dalam waktu dekat masyarakat muslim di dunia, khususnya di Indonesia akan memasuki bulan Ramadan (penulis menyusun risalah ini bertepatan dengan bulan Juli 2009, sedangkan Ramadan jatuh pada bulan Agustus). Mudah-mudahan risalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pribadi, pembaca dan khalayak ramai. <br /><br />B. Rumusan Masalah<br />Berangkat dari kenyataan yang dipaparkan di atas, perihal perbedaan dalam memulai puasa dan hari raya, penulis ingin meneliti perbedaan dalam menentukan awal bulan Ramadan dan Syawal secara objektif. <br />Dari masalah-masalah tersebut penulis membuat rumusan masalah dengan beberapa pertanyaan:<br />1. Apa pengertian ijtima‘ awal bulan dalam menentukan awal bulan Kamariyah?<br />2. Bagaimana menentukan awal bulan dengan sistem yang ada di Indonesia?<br />3. Kriteria hilal Apa yang digunakan untuk memasuki bulan Ramadan dan Syawal?<br />4. Apa yang menjadi perbedaan dalam menentukan awal bulan Ramadan dan Syawal?<br />5. Bagaimana solusi dan sikap terhadap perbedaan dalam berpuasa dan berhari raya?<br /><br /><br />C. Tujuan Penelitian<br />Adapun tujuan dari penelitian Perbedaan dalam Menentukan Awal Bulan Ramadan dan Syawal Ditinjau dari Berbagai Sistem yang Ada adalah:<br />1. Menjelaskan tata cara menentukan awal bulan.<br />2. Menerangkan penganut sistem dan kriteria untuk menentukan awal bulan Ramadan dan Syawal ditinjau dari sistem yang ada.<br />3. Memberikan gambaran perbedaan dalam menentukan awal bulan Ramadan dan Syawal ditinjau dari sistem yang ada.<br />4. Selain dari tujuan-tujuan di atas, penelitian ini juga bertujuan untuk memperoleh gelar Amd. A (Ahlimadya Agama) dan sertifikat Pendidikan Kader Ulama (PKU) Majelis Ulama Provinsi Sumatera Utara.<br /><br /><br /><br /><br />D. Batasan Istilah<br />Dalam penelitian ini dibatasi dalam membahas perbedaan dalam menentukan awal bulan Ramadan dan Syawal dilihat dari sistem yang menjadi perdebatan di tengah masyarakat. Sistem yang dimaksud adalah sistem imkanur ar-ru’yah, wujud al-hilal dan yang berdasarkan fenomena alam.<br /><br /><br />E. Metode Penelitian <br /> Dalam mencari data-data dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:<br />1. Data Kepustakaan (library search)<br />2. Wawancara dengan anggota Badan Hisab dan Rukyat (BHR) Sumatera Utara.<br /><br />F. Sistematika Pembahasan<br />Risalah ini penulis susun berdasarkan sistematika berikut ini:<br />1. Dalam Bab I merupakan pendahuluan dengan mengemukakan latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan istilah, tujuan penelitian, metode penelitian dan sistematika pembahasan.<br />2. Dalam Bab II memuat penjelasan bulan dan jumlah Kamariyah, teknis menghitung bulan Kamariyah, dan penjelasan tentang berbagai sistem dalam menghitung awal bulan Kamariyah.<br />3. Dalam Bab III menjabarkan tentang dasar perintah puasa, berbagai sistem dalam menentukan awal bulan Kamariyah, kriteria imkanur ar-ru’yah dan fungsi hakim dalam menghilangkan perbedaan. <br />4. Dalam Bab IV merupakan uraian akhir dari risalah ini yang merangkum dari sub tema yang dibahas yang terdiri dari kesimpulan dan saran.<br />Perlu dijelaskan bahwa metode penulisan yang digunakan penulis dalam menyusun risalah ini menggunakan buku yang ditulis oleh Panuti Sudjiman dan Dendy Sugono, dengan judul buku Petunjuk Penulisan Karya Ilmiyah cet. IV serta bimbingan dan arahan dari Ustaz Prof. H. Ramli Abdul Wahid, MA, H. Arso, SH. M. Ag, Prof. Dr. H. Amroeni Drajat, MA dan Husnel Anwar Matondang, M. Ag<br /></span>Mahasiswa UMSU FAIhttp://www.blogger.com/profile/16783295075516192727noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3522919220733835606.post-87423419528034280462009-11-07T06:16:00.000-08:002009-11-07T06:22:06.592-08:00Manajemen Pendidikan1. Faktor-faktor Metode Mengajar <br />Untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal, seorang pendidik (guru) harus memiliki atau menguasai beberapa metode. Seperti pembahasan yang lalu, jika seorang guru hanya menggunakan satu metode saja, akan mengakibatkan kebosanan. Begitu juga seorang guru yang menggunakan metode yang terlalu banyak akan materi pelajaran akan ketinggalan dari yang diharapkan. Karena tujuan pokok dari metode adalah untuk memudahkan bagi guru dan juga untuk memudahkan bagi murid itu sendiri.<br />Seperti kita ketahui, metode pendidikan itu banyak. Seperti metode ceramah, metode diskusi, metode eskprimen, metode demonstrasi, metode pemberian tugas, metode sosio-drama, metode drill, metode kerja kelompok, metode tanya-jawab dan metode proyek. Sedangkan dalam dunia pendidikan banyak sekali disiplin ilmu pengetahuan. Antara satu disiplin ilmu memiliki kesamaan dalam menggunakan metode untuk pengajaran. Oleh karena itu, seorang guru dituntut profesional dalam menggunakan metode-metode pengajaran. <br /> Adapun faktor-faktor banyak metode mengajar adalah:<br />A. Tujuan Inskruksional Khusus<br />Tujuan merupakan arah yang dikejar dalam proses pembelajaran. Maksimal atau tidaknya suatu tujuan yang dicapai tergantung metode yang digunakan atau keterampilan seorang guru mengajar. Karena tujuan merupakan tumpuan dan arah untuk memperhitungkan efektivitas suatu metode.<br />B. Keadaan Murid-murid<br />Dalam UU No 20 tahun 2002 bahwa siswa merupakan peserta didik. Dalam proses mengajar siswa merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Sedangkan keadaan siswa itu sendiri berbeda. Baik dari sisi wataknya, kecerdasan, daya tangkap dan daya ingat. <br />Oleh karena tujuan dari metode yang digunakan adalah agar juga mampu menyerap pelajaran dengan baik. Seorang guru tidak memaksakan kehendakny agar dalam waktu tertentu bisa menguasai tanpa harus memperhatikan keadaan phisikis murid. <br /><span class="fullpost"> Metode yang diberikan harus diperhatikan pada perkembangan/kematangan murid, baik secara individu ataupun kolektif. Contohnya metode diskusi yang tidak sesuai dengan anak TK (taman kanak-kanak). Sedangkan metode diskusi tersebut hanya berlaku untuk jenjang pendidikan SLTP, SLTA dan Perguruan tinggi. <br />C. Materi atau Bahan Pengajaran<br />Seorang guru dituntut agar dapat menguasai dan memberikan atau mentransfer pengetahuan kepada muridnya. Banyak di kalangan siswa/I yang merasa jenuh, jengkel, dan bosan dengan materi pelajaran atau guru yang mengajari. Sedangkan pada kondisi yang lain dengan materi yang sama dan guru yang berbeda siswa mampu mencerna materi yang diajarkan. <br />D. Situasi <br />Maksud dari situasi di sini adalah suasana belajar atau suasana kelas. Hal ini meliputi ke adaan murid, kelelahan dan semangat belajar, cuaca, dan lainnya. Contohnya adalah dalam suasana diguyur hujan seorang siswa ditugaskan untuk diskusi. <br />E. Fasilitas <br />Fasilitas merupakan alat pendukung dalam proses pembelajaran. Fasilitas yang dimaksud bukan semata laboratorium atau ruangan UKS. Namun yang dimaksud adalah sekolah, alat dan tempat praktek dan fasilitas olah raga. Seorang guru kiranya tidak dapat mengadakan suatu metode yang fasilitasnya tidak ada. <br />F. Kebaikan dan Kelemahan Metode <br />Hal terpenting dalam menerapkan metode adalah mengetahui metode yang dikuasai sehingga mampu mendemonstrasikan kepada murid. <br /><br />2. Hal-hal yang penting dipertimbangkan dalam memilih metode pengajaran<br />A. Tujuan yang Hendak Dicapai <br />Tujuan yang hendak dicapai dari masing-masing mata pelajaran itu haruslah menjadi perhatian utama bagi seorang guru dalam menetapkan metode apa yang dipakai dalam mengajar. <br />B. Kemampuan Guru<br />Efektif tidaknya suatu metode dipengaruhi oleh pada kemampuan guru yang memakainya, di samping kepribadian guru memang cukup dominan pengaruhnya. Jadi, faktor penguasaan metode dan kepribadian seorang guru juga hal yang perlu diperhatikan. <br />C. Anak Didik<br />Hendaklah guru dengan kearifan dalam memilih dan menetapkan suatu metode mengajar sesuai dengan bakat, minat, kecerdasan dan perhatian anak didik masing-masing di dalam kelas. <br />D. Situasi dan Kondisi Pengajaran di mana Berlangsung <br />Situasi dan kondisi tersebut perlu dipertimbangkan oleh guru dalam menggunakan metode mengajar, jika ingin pengajaran berhasil secara optimal. <br />E. Fasilitas yang Tersedia<br />Tersedianya sarana prasarana atau media mengajar sangat menentukan terhadap efektif tidaknya suatu metode. Jadi tersedia atau tidaknya fasilitas sekolah perlu diperhatikan dalam penentuan metode mengajar yang berhasil. <br />F. Waktu yang Tersedia<br />Biasanya waktu ditentukan dalam silabus atau kurukulum, dan tugas guru mempertimbangkan lamanya waktu yang tersedia tersebut dalam setiap kondisi, situasi pemilihan mengajar yang pas. <br />G. Kebaikan dan Kekurangan<br />Guru hendaklah mempertimbangkan segi kebaikan dan segi kekurangan suatu metode dan mengkombinasikannya dalam satu kesatuan yang harmonis dan kompak.<br /> <br />PENUTUP<br />Dari pembahasan di atas, pemakalah memberikan suatu kesimpulan:<br />Pertama, faktor-faktor metode mengajar adalah:<br />A. Tujuan Inskruksional Khusus<br />B. Keadaan Murid-murid<br />C. Materi atau Bahan Pengajaran<br />D. Situasi <br />E. Fasilitas <br />F. Kebaikan dan Kelemahan Metode <br />Kedua, hal-hal yang penting dipertimbangkan dalam memilih metode pengajaran:<br />A. Tujuan yang Hendak Dicapai <br />B. Kemampuan Guru<br />C. Anak Didik<br />D. Situasi dan Kondisi Pengajaran di mana Berlangsung <br />E. Fasilitas yang Tersedia<br />F. Waktu yang Tersedia<br />G. Kebaikan dan Kekurangan<br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br />Yusuf, Tayar dan Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, Raya Grafindo Persada: Jakarta, 1995<br />Drajat, Dzakiyah dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Bumi Aksara: Jakarta, 1995<br />Roestiyah N. K, Masalah-masalah Ilmu Keguruan, Bina aksara: Jakarta, Cet. Kedua, 1989<br />Nasution, Teknologi Pendidikan, Bumi Aksara: Jakarta, cet. Keempat, 2008<br /><a href="http://www.facebook.com/home.php#/friends/?filter=afp&ref=tn">Gabung dengan Facebook Agus</a><br /></span>Mahasiswa UMSU FAIhttp://www.blogger.com/profile/16783295075516192727noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3522919220733835606.post-73510767051046406042009-11-02T18:46:00.000-08:002009-11-07T07:00:05.595-08:00Urgensi Sabar dalam KehidupanCara Membuat Link pada Blog (<a href="http://haryantotips.blogspot.com/2008/10/cara-buat-link-blog-setelah-diposting.html">Klik di sini</a>)<br /><a href="http://haryantotips.blogspot.com/2008/10/cara-buat-link-blog-setelah-diposting.html"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSsw2_3d5wV-d1Xf6W9oE26LUpNEBw7wnZjcTnO4k6yBW4QlqEqjRXJqmlmZT3_CHx5Dv7qJ9GOenTHTcYIgLDDcV9_n7aubl6Vvh-_Gz5uxcGNiO2Zy4n0NW5A6fzfHRJ2swxcyAKBjTl/s1600-h/as.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 311px; height: 221px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSsw2_3d5wV-d1Xf6W9oE26LUpNEBw7wnZjcTnO4k6yBW4QlqEqjRXJqmlmZT3_CHx5Dv7qJ9GOenTHTcYIgLDDcV9_n7aubl6Vvh-_Gz5uxcGNiO2Zy4n0NW5A6fzfHRJ2swxcyAKBjTl/s320/as.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5399704193171109874" /></a></a><br />Setiap manusia yang hidup di dunia ini tak luput dari berbagai macam musibah. Adakalanya musibah itu dikarenakan hilangnya orang yang dicintai dan ada juga hilangnya harta benda. Semuanya ini menjadi sunnatullah bagi manusia yang hidup.<br /><br />Para nabi dan rasulpun tak luput dari musibah. Allah swt. telah mengimformasikan di dalam Alquran bagaimana hebatnya musibah yang mereka alami. Di antara para nabi dan rasul ada yang dimusnahkan harta bendannya dan ditimpakan padanya penyakit (Nabi Ayyub as.). Begitu juga Nabi Muhammad saw. dilempari dengan kotoran unta ketika sedang salat dan dilempar dengan batu hingga berdarah tumitnya. Semuanya ini mereka hadapi dengan sabar dan menyerahkan diri kepada allah.<br /><br />Bila kita berpikir dan merenung sejenak, kita akan mendapati hikmah di balik musibah yang terjadi. Secara kasat mata, musibah hanya mendatangkan kerugian jiwa, materi dan perasaan yang dihantui dengan ketakutan dan kecemasan (secara psikologis). Firman Allah swt. artinya, “Bolej jadi kamu tidak menyukai sesuatu padahal Allah padanya kebajikan yang banyak”(QS. An-Nisa: 19).<br /><br /><span class="fullpost"><br /><br />Oleh karena itu jangan berkecil hati bila ditimpa suatu musibah. Bukan berarti Allah menaruh benci. Boleh jadi musibah yang ditimpakan Allah dikarenakan menunjukkan rasa sayangnya, untuk melihat sejauh mana keimanan hambanya. Begitu juga sebaliknya, kenikmatan yang diperoleh berlimpahruah tetapi pemberian itu semata kemurkaan Allah swt. Firman Allah swt. artinya, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan “Kami telah beriman”, sedangkan mereka tidak diuji”(QS. Al-an-Kabut: 2) <br /><br />Para ahli Filosof membagi sabar itu lima (5) macam:<br /><br />1. Sabar dalam beribadah. Perilaku sabar tidak hanya terbatas ketika seseorang mendapatkan kesusahan saja. Kesabaran itu juga diwujudkan dalam berbagai situasi dan kondisi (sikon). Di dalam menjalankan ibadahpun seseorang dituntut untuk bersikap sabar. Berapa banyak orang yang rugi dan tidak mendapatkan manis dan indahnya beribadah dikarenakan ketergesa-gesaannya dalam melaksanakan ibadah. Konsekuensinya adalah tidak ada bekas setelah beribadah. Waktu terus berlalu tetapi kebiasaan buruk tidak pernah berobah.<br /><br />Misalnya dalam melaksanakan salat, seseorang dituntut untuk khusuk dalam seluruh kegiatan salat. Dimulai dari niat, segala perbuatan dan segala ucapan di dalamnya sampai berakhirnya salat. Bila salat ataupun ibadah yang lain dilakukan dengan khusuk akan terasa ada rasa kedamaian dan ketentraman dalam hati.<br /><br />2. Sabar ketika ditimpa bencana. Peristiwa Situ Gintung telah menenggelamkan 300-an rumah penduduk dan kerugian materi yang tak terhingga merupakan contoh dekat dari musibah yang Allah turunkan. Musibah ini bukan pelajaran bagi mereka penduduk Situ Gintung saja, tetapi pelajaran kita semua.<br /><br />Sudah banyak bencana/azab Allah turunkan yang tak kalah hebatnya bagi hamba-hambanya yang membangkang. Sehingga tak ada satupun yang tersisa dari hebatnya azab Allah swt. walaupun begitu, musibah ataupun azab namanya seorang hamba hendaknya selalu koreksi diri terhadap apa yang ia lakukan selama ini. Apakah ia berada dalam golongan orang selalu menjalankan perintah Allah atau sebaliknya.<br /><br />Kesesalan, marah dan kebencian tidaklah berpaedah. Kesabaran disertai sikap menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah lebih baik dan itulah yang berguna. Musibah yang dialami dengan bersikap sabar maka kesulitan akan terasa ringan. Karena semua yang diamanahkan kepada kita semuanya adalah titipan Allah. Maka tidak ada satupun orang yang dapat menghalanginya.<br /><br />3. Sabar dalam menghadapi kemaksiatan. Artinya adalah seseorang tetap konsisten untuk tetap berada dalam keimanan dan menhindarkan diri dari jalan-jalan menuju kemaksiatan. Secara teoritis hal ini mudah, tetapi secara praktek hal ini sangat sukar. Di sinilah dituntut peranan iman seseorang. Bila kuat keimanannya, insya Allah ia akan selamat bagaimanapun ramainya dan merajalelanya kemaksiatan. <br /><br />Oleh karena itu Islam menganjurkan bersabar dengan berpuasa bagi para pemudanya yang memiliki kemauan untuk menikah tetapi belum sanggup dari segi finansial. Nabi saw. bersabda, artinya:”Hai para pemuda, apabila di antara kamu kuasa untuk nikah, hendaklah ia nikah. Sebab nikah itu dapat lebih menjaga mata dan kemaluan. Dan siapa yang tidak sanggup untuk menikah hendaklah ia berpuasa, sebab puasa itu dapat menjadi perisai baginya.”(Muttafaq ‘Alaih)<br /><br />4. Sabar dalam menghadapi kesenangan.<br /><br />Kebanyakan manusia ketika ditimpa kesusahan cendrung mengatakan “Ini cobaan dan ujian dari Allah”. Jarang sekali kalau manusia dapat rahmat melimpah dan kebahagiaan mengatakan bahwa ini pun merupakan ujian dan cobaan dari Allah. Ada di antara kita yang tak sanggup menghadapi ujian itu dan boleh jadi ada pula di antara kita yang tegar menghadapinya.<br /><br />Banyak manusia lulus diuji Allah dari kefakiran dan kesusahan. Namun ketika manusia itu diberikan nikmat yang banyak, manusia banyak yang lupa dan cendrung tidak bersabar. Begitu juga mereka yang telah mendapatkan kedudukan. Banyak yang lupa terhadap janji-janjinya. Bahkan tak sedikit yang menceburkan dirinya kepada lembah kemaksiatan<br /><br />Surat khalifah Umar bin al-Khatab ra. kepada Abu Musa Al-Asy’ari yang berbunyi:“Haruslah engkau bersabar! Dan ketahuilah, bahwa sabar itu dua. Yang satu lebih utama dari yang lain: sabar pada waktu musibah itu baik. Dan yang lebih baik daripadanya lagi, ialah sabar (menahan diri) dari yang diharamkan Allah Ta’ala. Dan ketahuilah, bahwa sabar itu yang memiliki iman. Yang demikian itu, adalah bahwa takwa itu kebajikan yang utama. Dan takwa itu dengan sabar”.<br /><br />Setiap musibah, cobaan dan ujian itu tidaklah berarti apa-apa, kita berasal dari-Nya, dan baik suka maupun duka, diuji atau tidak, kita pasti akan kembali kepada-Nya. Ujian apapun itu datangnya dari Tuhan, dan hasil ujian itu akan kembali kepada Tuhan.<br /><br />Kita ini tercipta dari tanah dan akan kembali menjadi tanah. Bila kita mampu mengingat dan mengerti arti kalimat tersebut, di tengah ujian dan cobaan yang menerpa kehidupan kita, maka Tuhan akan memberikan “hadiah” yang setimpal di hari penghakiman nanti.<br /><br />Secara fitrah, orang yang ditimpa musibah akan merasakan kesedihan. Hendaknya kesedihan jangan menjadikan seseorang berbuat hal-hal yang tercela oleh akal sehat dan dilarang syariat agama.<br /><br />Imam Baihaqi meriwayatkan hadis dari Abdullah ibn Abbas dari Nabi saw., artinya:”barang siapa yang mengucapkan istirja’ (inna lillahi wa inna lillahi raji’un) ketika mendapat musibah, Allah akan menggantinya dengan dengan kebaikan serta akan dianugrahi kepada penerusnya (anaknya) yang saleh dan berbakti padanya”. Bila musibah musibah disikapi dengan rasa pesimis, dunia yang luas terasa sempit dan rasa yang manis akan terasa pahit. <br /></span>Mahasiswa UMSU FAIhttp://www.blogger.com/profile/16783295075516192727noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3522919220733835606.post-56309985132732331992009-11-02T18:32:00.000-08:002009-11-07T07:03:09.519-08:00Beberapa Sistem Menentukan Awal Ramadan & SyawalSistem penanggalan kalender di dunia dikenal ada dua macam. Sistem pertama adalah penanggalan Syamsiyah dan sistem kedua adalah sistem penanggalan Kamariyah. Sistem penanggalan Syamsiyah adalah penanggalan yang berdasarkan pada peredaran bumi mengelilingi matahari. Satu tahun Syamsiyah lamanya 365 hari untuk tahun pendek dan 366 untuk tahun panjang. Sedangkan sistem penanggalan Kamariyah adalah penanggalan berdasarkan bulan mengelilingi bumi. Satu tahun Kamariyah berjumlah 355 hari untuk tahun-tahun panjang dan 354 hari untuk tahun pendek.<br /><br />Seluruh umat Islam telah ijmak bahwa berpuasa itu wajib bagi muslim mukallaf yang telah memenuhi syarat untuk menjalankannya. Rasulullah saw. telah mengisyaratkan tentang masuk bulan Ramadan dan Syawal melalui sebuah hadis yang artinya, “Berpuasalah kamu karena melihat bulan dan berhari-rayalah kamu karena melihat bulan. Jika bulan terhalang mendung, maka kamu sempurnakanlah bilangan bulan Syakban 30 hari". (HR. Bukhari-Muslim)<br /><br /> Pensyariatan kewajiban puasa kepada orang Islam tepatnya ketika Nabi dan para sahabat berada di kota Madinah (tahun ke-2 Hijriyah). Berdasarkan perintah puasa melalui hadis di atas, Nabi telah memberikan had (batasan) memulai Ramadan dan memulai Syawal.<br /><span class="fullpost"><br /> Ada ulama yang menafsirkan raa-a yaraa ru’yatan pada hadis di atas secara harfiyah artinya melihat dengan mata (ru’yah bi al-‘ilmi). Ada juga kalangan tertentu yang menafsirkannya dengan lentur, bahkan ada juga menafsirkannya secara ekstrim. Yaitu hanya melihat dengan mata kepala, tanpa menggunakan alat. Dengan alasan mengikut rukyah yang dilakukan pada masa Rasulullah saw. Penafsiran terakhir adalah al-qadr dapat bermakna ukuran, mengingat qada-qadar. Dari penafsiran ini muncullah banyak aliran dalam menentukan awal bulan.<br /><br />1. Kriteria Imkan Rukyah Versi MABIMS<br /> MABIMS adalah singkatan dari Menteri Agama Brunai Darussalam, Indonesia , Malaysia dan Singapura. Organisasi ini berdiri untuk menyamakan perbedaan dalam berpuasa dan berhari raya yang sering terjadi. Awalnya negara-negara anggota MABIMS sering terjadi perbedaan dalam menentukan awal Ramadan dan awal Syawal. Namun yang paling mencolok adalah tentang memulai hari raya idul Adha (hari raya haji). Perbedaan ini muncul disebabkan berhari raya idul Adha berdasarkan dengan alasan adanya keputusan pihak kerajaan Saudi Arabia . <br /><br />Organisasi induk ini (MABIMS), membawahi beberapa organisasi teknis dan semua kesepakatan organisasi ini dikembalikan kepada organisasi induk untuk disahkan. Setelah terbentuknya MABIMS, hampir tidak pernah didapati perbedaan di antara anggota negara dalam menentukan awal dan akhir Ramadan.<br /><br />Garis-garis panduan hisab rukyah disusun berdasarkan kaidah-kaidah yang telah disepakati oleh musyawarah. Sedangkan pelaksanaan hisab disebutkan bahwa penyusunan taqwim Hijriyah berdasarkan penyusunan perhitungan hisab yang berpedoman kepada tinggi bulan minimal 20 untuk seluruh wilayah anggota dengan jarak sudut matahari 30, serta umur bulan 8 jam setelah ijtimak.<br /><br />Dilihat dari kriteria yang ada, kriteria tinggi bukanlah yang paling menentukan untuk penyusunan Taqwim. Artinya bila menurut hisab tinggi hilal telah lebih dari 20, tetapi umur umur bulan kurang dari 8 jam, dalam pembahasan selama ini kriteria ini diabaikan. Namun jika dalam perhitungan tinggi hilal bulan 20, akan tetapi ketika dirukyah bulan telah atau lebih 8 jam, hal ini tidak diabaikan.<br /><br />Kata ghumma (langit tertutup awan) mempunyai arti fisik, jasmani atau lahir. oleh karena itu, ulama menafsirkan dengan kata istikmal 30 Syakban. Namun ada juga yang menafsirkannya dengan menghitung dan mengukurnya.<br /><br />Penyebab terjadinya perbedaan dalam memulai Ramadan dan Syawal adalah tak adanya nash Alquran secara tegas menggariskan cara wajib yang dipakai dalam menentukan awal bulan. Pada dasarnya perbedaan penentuan Ramadan dan Syawal bukan dari sistem rukyah hisab semata, namun di kalangan sesama praktisi sendiri terjadi perbedaan dalam menghitung masuknya awal bulan.<br /><br />Ada beberapa sistem yang didapati dalam menentukan awal bulan Kamariyah di tengah-tengah masyarakat, di antaranya ada sistem wujudul-hilal. Umumnya sistem ini sering digunakan oleh orang Muhammadiyah. Ada juga sistem rukyah secara global, yang dianut oleh Hijbut Tahrir Indonesia (HTI). Namun ada juga aliran-aliran kecil (nadir) yang berasal dari tarikat tertentu yang memulai puasa dengan fenomena alam dan taklid terhadap guru.<br /><br />2. Sistem Wujudul-Hilal<br /><br /> Hisab Wujudul-hilal menegaskan bahwa awal bulan Kamariah (termasuk Ramadan dan Syawal) dimulai sejak saat terbenam matahari setelah terjadi ijtimak sedangkan bulan pada saat itu belum terbenam masih berada di atas ufuk (horizon). Dengan demikian, kriteria yang dijadikan dasar untuk menetapkan awal bulan Kamariah adalah:<br /><br />1. Menurut perhitungan hisab, telah terjadi ijmak<br /><br />2. Ijtimak terjadi sebelum maghrib (sebelum matahari terbenam)<br /><br />3. Pada saat terbenam matahari bulan berada di atas ufuk, bulan belum terbenam.<br /><br />Jika kriteria di atas telah terpenuhi, maka esok harinya telah masuk awal bulan baru Kamariyah. Jika kriteria di atas belum terpenuhi, maka esok harinya sebagai hari terakhir bulan berjalan. Dalam hal menetapkan awal bulan sejak terbenam matahari, aliran ini hampir persis dengan ijtima‘ qabl al-ghurub. Akan tetapi terdapat perbedaan yang cukup menyolok dalam menetapkan kedudukan bulan terhadap ufuk. Dalam ijtima‘ qabl al-ghurub sama sekali tidak memperhatikan kedudukan bulan pada ufuk pada saat terbenam matahari, sedangkan wujudul-hilal mensyaratkan kedudukan bulan masih belum terbenam atau masih di atas ufuk pada saat matahari terbenam<br /><br />3. Sistem Rukyat Global<br /><br />Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Memandang bahwa:<br /><br />1. Untuk menentukan awal bulan Kamariyah hanya dapat dilakukan dengan rukyah hilal. Baik dengan mata telanjang maupun dengan bantuan alat. HTI tidak menggunakan sistem hisab<br /><br />2. Rukyatul hilal yang dimaksud adalah rukyatul hilal yang berlaku berlaku untuk seluruh kaum muslimin. Bukan rukyatul hilal yang berlaku secara lokal atau regional atas dasar konsep matlak. HTI tidak mengakui adanya konsep matlak dengan berdasarkan penafsiran firman Allah surat Albaqarah ayat 185 memahami ayat yang berbunyi “Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu” mengandung pengertian umum bahwa satu orang adil telah rukyatul-hilal, maka kesaksian satu orang adil berlaku untuk seluruh umat muslim. Dalam ayat ini tidak mengandung adanya batasan matlak (batas tritorial).<br /><br />3. Persoalan yang berkaitan dengan irtifa' diselesaikan dengan musyawarah para pakar dengan mengambil pendapat yang paling benar (shawab)<br /><br />4. Jika bertentangan hisab dan rukyah, maka rukyah yang diambil. HTI beralasan memilih sistem adalah rukyah al-hilal bi al-‘ain (melihat bulan sabit dengan mata) dengan berdasarkan hadis Nabi saw. dari Abu Hurairah ra, Artinya, “Berpuasalah kamu karena melihat bulan (hilal) dan berbukalah kamu karena melihat bulan (hilal)." (HR. Bukhari)<br /><br />5. Khilafah merupakan sebuah institusi yang dapat menghilangkan perbedaan pendapat. Dengan berdasarkan kaidah fikih amrul Imam yarfa‘ al-khilaf.<br /><br />4. Kelompok Jamaah atau Tarekat <br /><br />Daerah Bontomarannu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan pada tahun 2008 ada kelompok kecil yang menamakan Jamaah Rambut Pirang An-Nazir melaksanakan salat Idul fitri berbeda dengan sistem yang lainnya. Mereka memulai hari raya berdasarkan fenomena alam, yakni melihat permukaan air laut. Jika sudah surut, maka bisa diambil kesimpulan akhir Ramadan atau awal Syawal. Dengan menggunakan sistem ini, kelompok ini menetapkan kepastian masuknya 1 Syawal atau Ramadan.<br /><br />Lain halnya sistem yang digunakan tarikat Naqsyabandiyah yang ada di Sumatera Barat. Menurut Tarekat Naqsabandiyah 1 Syawal 1429 H jatuh pada tanggal 29 September 2008 . Kelompok tarekat ini memulai hari raya berdasarkan perhitungan dari sebuah almanak yang disalin dari kitab milik guru tarekat Naqshabandi Syekh H. Abdul Munir. Taqlid utuh kepada guru-guru mereka dalam hal berpuasa, dianggapnya sudah sesuai dengan ajaran Alquran. Mereka menafsirkan kata terakhir kama kutiba alllazina min qoblikum sebagai guru mereka.<br /><br />Disebutkan bahwa almanak ini disebutnya sebagai bilangan taqwim. Beberapa huruf pada nama hari digabungkan sedemikan rupa sehingga membentuk bulan, begitu pula nama huruf pada bulan maka himpunannya menadi tahun. Begitulah seterusnya penghisaban bilangan angka itu sampai hari kiamat. menurut almanak ini, jika awal puasa tahun lalu hari Selasa, maka pada tahun ini hari Sabtu, dan pada tahun depan hari Kamis.<br /><br />Peranan Pemerintah dalam Menentukan (Itsbat) Ramadan dan Syawal<br /><br />Masalah menentukan puasa dan hari raya merupakan masalah khilafiyah. Sedangkan puasa merupakan ibadah yang dilakukan secara berjamaah di kalangan umat Islam. Tentu hal ini merupakan masalah sosial yang perlu campur tangan pemerintah untuk menengahi perbedaan.<br /><br />Mazhab Syafii mensyaratkan itsbat awal bulan Kamariyah khususnya Ramadan, Syawal dan Zulhijjah harus dilakukan oleh Pemerintah atau Qadhi. Apabila Pemerintah atau Qadhi telah menetapkannya, seluruh umat wajib melaksanakannya. Sedangkan menurut mazhab Hanafi, Maliki dan Hanbali tidak mensyaratkan harus ditetapkan oleh pemerintah atau Qadhi. Namun jika telah menetapkannya, maka umat Islam wajib mengikuti dan mentaatinya. <br /><br />Oleh Karena itu perlu adanya isbat (penetapan) pemerintah. Hal ini diperlukan karena ada beberapa manfaatnya, antara lain:<br /><br />1. Itsbat bermanfaat untuk mendapatkan keabsahan<br /><br />2. Itsbat bermanfaat untuk mencegah kerancuan dan keraguan sistem pelaporan<br /><br />3. Itsbat bermanfaat untuk penyatuan kalender umat dan menghilangkan perbedaan pendapat, sesuai dengan kaedah:<br /><br />- Hukm al-Hakim il-Zam wa Yarf'u al-Khilaf<br /><br />- Hukm al-Hakim yarfa'u al-Khilaf<br /><br />- Fatwa MUI Nomor 2 Tahun 2004 tentang penentuan awal Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah menyatakan bahwa "Seluruh umat Islam Indonesia wajib mentaati ketetapan Pemerintah RI tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah.<br /><br />Berdasarkan beberapa pendapat Mazhab yang empat, keputusan pemerintah dan beberapa kaidah, seandainya ormas-ormas Islam yang memiliki hitungan berbeda tentang masuknya awal Ramadan dan Syawal dengan Pemerintah, baiknya untuk dapat melaksanakan keputusan Fatwa MUI dan Keputusan Pemerintah. (lihat Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama dan Mahkamah Agung RI , Data Ephemeris Matahari dan Bulan Tahun 2007, hlm. 387). Wassalam<br />Mau download KItab Klasik, di sini tempatnya: http://www.almeshkat.com/books/<br /></span>Mahasiswa UMSU FAIhttp://www.blogger.com/profile/16783295075516192727noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3522919220733835606.post-5735072273450997652009-10-29T03:55:00.000-07:002009-11-05T23:12:24.672-08:00PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF1. Pengertian Pendidik<br />Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, khalifah di permukaan bumi, sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.<br />Istilah lain yang lazimdipergunakan untuk pendidik adalah guru. Kedua istilah tersebut bersesuaian artinya, bedanya ialah istilah guru seringkali dipakai di lingkungan pendidikan formal, sedangkan pendidikan dipakai di lingkungan formal, informal maupun non formal.<br />Orang yang pertama kali bertanggung jawab terhadap perkembangan anak atau pendidikan anak adalah orangtuanya, karena adanya pertalian darah yang secara langsung bertanggung jawab atas masa depan anak-anaknya. <br />Orang tua disebut juga sebagai pendidik kodrat. Oleh karena dari pihak orang tua tidak mempunyai kemampuan, waktu dan sebagainya, maka mereka menyerahkan sebagian tanggung jawabnya kepada orang lain yang lebih berkompeten untuk melaksanakan tugas mendidik. Kalau di sini dikemukakan bahwa tugas pendidik itu membimbing atau memberikan pertolongan sebagaimana disebutkan di dalam definisi pendidikan, mungkin ada orang yang berkata bahwa jika demikian, dengan demikian maka seorang anak pun dapat menjadi pendidik karena ia juga dapat menolong anak-anak yang lainnya. Di sini perlu ditegaskan bahwa pendidikabn itu bukan hanya menolong semata, tetapi menolong dengan sadar, dengan maksud menuju kepada tujuan pendidikan<br /><span class="fullpost"><br />Sekarang anak yang menolong anak lainnya tidak ada maksud baginya menghubungkan tindakan itu dengan tujuan pendidikan. Ditinjau dari segi pertanggungjawaban, maka orang dewasa yang mendidik, ialah memikul pertanggungjawaban terhadap anak didiknya, sedangkan anak tidaklah demikian. Jelaslah kiranya bahwa si penolong kecil itu belum dapat disebut pendidik dalam arti sesungguhnya.<br />2. Tugas Pendidik <br />Sebagaimana telah disinggung di atas, mengenai pengerian pendidik, di dalamnya telah tersirat pula mengenai tugas-tugas pendidik, maka di sini lebih diperjelas lagi, yaitu: <br />a. Membimbing si terdidik<br />Mencari pengenalan terhadapnya mengenai kebutuhan, kesanggupan, bakat, minat dan lain sebagainya. <br />b. Menciptakan situasi untuk pendidikan <br />Yang dimaksud dengan situasi pendidikan yaitu suatu keadaan di mana tindakan- tindakan pendidikan dapat berlangsung dengan baik dan dengan hasil yang memuaskan. <br />Tugas lain, ialah harus pula memiliki pengetahuan-pengetahuan yang diperlukan, pengetahuan-pengetahuan keagamaan dan lain-lainnya. Pengetahuan ini jangan hanya sekedar diketahui tetapi juga diamalkan dan diyakininya sendiri. Ingatlah bahwa kedudukan pendidik adalah pihak yang ”lebih” dalam situasi pendidikan. Harus pula diingat bahwa pendidik adalah manusia dengan sifat-sifatnya yang tidak sempurna. Oleh karena itu, maka menjadi tugas pula bagi si pendidik untuk selalu meninjau diri sendiri. Dari reaksi si anak, dari hasil-hasil usaha pendidikan, pendidik dapat memperoleh bahan-bahan kesamaan dari pihak si terdidik. Kecaman yang membangun pun besar sekali nilainya . <br /><br />3. Keutamaan Mengajar <br />Pendidik Islam adalah individu yang melaksanakan tindakan mendidik secara Islami dalam situasi pendidikan Islam untuk mencapai tujuan yang diharapkan.<br />Pendidik ini merupakan faktor human kedua sesudah terdidik. Walaupun pandangan dari teacher centred pada umumnya, tidak diterima, tetapi pendidik mempunyai peranan yang amat penting di dalam proses pendidikan. Dikatakan demikian karena tanpa pendidik pendidikan tak mungkin dapat berlangsung.<br />Imam Al-Ghazali seorang ahli didik Islam juga memandang bahwa pendidik mempunyai kedudukan utama dan sangat penting. Beliau mengemukakan keutamaan dan kepentingan pendidik tersebut dengan mensitir beberapa hadis dan asar. <br />Nabi SAW bersabda: “Barang siapa mempelajari satu bab dari ilmu untuk diajarkannya kepada manusia, maka ia diberikan pahala tujuh puluh orang siddiq (orang yang selau benar, membenarkan Nabi, seumpama Abu Bakar Siddiq).” Nabi Isa AS. Bersabda: “Barang siapa berilmu dan beramal serta mengajar, maka orang itu disebut“ orang besar ”Di segala penjuru langit.” Nabi bersabda: “Sebaik-baiknya pemberian dan hadiah adaloh kata-kata berhikmat. Engkau dengar lalu engkau simpan baik-baik. Kemudian engkau bawakan kepada saudaramu muslim, engkau ajari dia. Perbuatan yang demikian mempunyai ibadat setahun.” Nabi Muhammad SAW bersabda pula: “Bahwasanya Allah SWT, Malaikat-malaikat-Nya, isi langit dan bumi sampai kepada semut yang di dalam lubang dan ikan di dalam laut, semuanya berdoa kebajikan kepada orang yang mengajarkan manusia.” Nabi SAW. Bersabda: “Tiadalah seorang muslim memberi faedah kepada saudaranya, yang lebih utama dari kabar yang baik yang disampaikannya, kemudian disampaikan pula kepada orang lain.” Nabi SAW. Bersabda: “Sepatah kata yang didengar oleh seorang muslim lalu diajarkannya dan diamalkannya adalah lebik baginya daripada ibadat setahun.”<br />Pada suatu hari Rasulullah ke luar berjalan-jalan, lalu melihat dua majelis. yang satu mereka berdoa kepada Allah dengan sepenuh hati, yang satu lagi mengajar manusia. Maka Nabi bersabda: ”Adapun mereka itu memohon kepada Allah Ta’ala, jika dikehendaki-Nya maka dikabulkan-Nya. Jika tidak maka ditolak-Nya. Sedang mereka yang satu majelis lagi, mengajarkan manusia dan aku ini diutus untuk mengajar.” Kemudian Nabi menoleh ke majelis orang yang mengajar, lalu duduk bersama mereka Nabi Muhammad saw. bersabda: Rahmat Allah kepada kalifah-khalifahku.” Para sahabat bertanya: “Siapakah khalifah itu wahai Rasulullah? Rasullah menjawab: “Mereka yang menghidupkan sunahku dan mengajarkan kepada hamba Allah.” Umar ra. berkata: “Barangsiapa mengajarkan suatu hadis, lalu diamalkan orang, lalu baginya pahala sebanyak pahala diperoleh orang yang mengamalkannya.” Ibnu Abbas ra. juga berkata: “Orang yang mengajarkan kebajikan kepada orang banyak, diminta ampunkan dosanya oleh sesuatu sehingga ikan di laut.” Imam Al-Ghazali juga mengemukakan tentang mulianya pekerjaan mengajar, beliau berkata: “Maka seseorang yang alim mau mengamalkan apa yang diketahuinya, maka dialah dinamakan dengan orang besar di kerajaan langit. Dia adalah seperti matahari yang menerangi alam-alam yang lain, dia mempunyai cahaya dalam dirinya, dan dia adalah seperti minyak wangi yang mengawikan orang lain, karena ia memang ia wangi. Siapa-siapa yang memiliki pekerjaan mengajar ia telah memilih pekerjaan yang besar dan penting, maka dari hendaklah ia mengajar tingkah lakunya dan kewajibannya.”<br />Sedemikian tinggi penghargaan Al-Ghazali terhadap pekerjaan guru, sehingga diumpamakannya bagaikan matahari ataupun winyak wangi. Matahari adalah sumber cahaya yang dapat menerangi bahkan memberikan kehidupan. Sebab dengan ilmu yang diperoleh dari guru, teranglah baginya yang benar dan yang salah, dan selanjutnya dapat hidup bahagia dunia dan akhirat. Adapun minyak wangi adalah benda yang disukai setiap orang. Karena ilmu itu penting bagi kehidupan manusia dan di akhirat sehingga setiap orang pasti menuntutnya dan mencintainya.<br />Di samping dalil-dalil nash seperti di atas Imam Al-Ghazali juga mengemukakan pentingnya pekerjaan mengajar itu dengan mempergunakan dalil akal. Beliau berkata: “Mulia atau tidaknya pekerjaan itu diukur dengan apa yang ia kerjakan. Pandai emas lebih mulia daripada penyamak kulit, karena tukang emas mengolah emas atau logam yang amat mulia, dan penyamak mengolah kulit kerbau mati.” Guru mengolah manusia yang dianggap makhluk paling mulia dari seluruh makhluk Allah. Oleh karenanya dan dengan sendirinya pekerjaan mengajar amat mulia, karena mengolah manusia tersebut. Bukan itu saja keutamaannya, guru mengolah bagian yang mulia dari antara anggota-anggota manusia, yaitu akal dan jiwa dalam rangka menyempurnakan, memurnikan dan membawanya mendekati Allah semata.” Pandangan Al-Ghazali dalam bidang karya mengajar ini sangat berpengaruh sekali terhadap para pengajar dan para muballigh serta merangsang mereka dari melakukan pekerjaan mengajar. Karena itu muncullah guru-guru yang terkenal dan mereka mau mengajar tanpa mengharapkan imbalan materi, gaji ataupun honor.<br />Firman allag:<br /><br />Artinya:<br />“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya," lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruknya tukaran yang mereka terima.” <br />(Ali Imran: 187)<br /><br />Nabi saw. bersabda:<br />Artinya:<br />“Barangsiapa yang menyembunyikan ilmunya maka Tuhan akan mengekangnya dengan kekangan api neraka.”<br /> (HR. Ibnu Majah)<br /><br />Nabi bersabda pula:<br /><br />Artinya:<br /><br />“Sampaikanlah dariku walaupun cuma satu ayat.” <br />(Al-Hadis)<br /><br />Dari uraian tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa:<br />1. Perbuatan mendidik/mengajar adalah perintah yang wajib dilaksanakan dan barangsiapa mengelak dari kewajiban ini diancam dengan siksa kekangan api neraka.<br />2. Perbuatan mendidik/mengajar adalah perbuatan yang terpuji dan mendapat pahala dari Allah dengan pahala yang sangat banyak.<br />3. Perbuatan mendidik/mengajar adalah merupakan amal kebajikan jariyah yang akan mengalirkan pahala selama ilmu yang diajarkan tersebut masih diamalkan orang yang belajar tersebut.<br />4. Perbuatan mendidik/mengajar adalah perbuatan sangan mulia karena mengolah organ manusia yang mulia.<br />5. Dengan adanya seruan dari Tuhan dan perintah untuk melaksanakan pekerjaan sebagai pendidik/pengajar ini maka umat Islam umumnya menyambut gembira. Karena itu kita saksikan mereka tunaikan pekerjaan mereka dengan penuh kesungguhan walaupun mungkin imbalan (gaji)nya terbatas atau tidak seberapa jika dibandingkan dengan pekerjaan lain yang gajinya lebih tinggi ataupun jika dibandingkan dengan kebutuhan hidup mereka.<br />4. Jenis-jenis Pendidik <br />Menurut Prof. Dr. Moh. Athiyah Al-Abrasy pendidik itu ada tiga macam, yaitu:<br />a. Pendidik kuttab<br />b. Pendidik umum<br />c. Pendidik khusus<br />Yang dimaksud pendidik kuttab ialah pendidik yang mengajarkan Al-Quran kepada anak-anak di kuttab. Sebagian di antara mereka hanya berpengetahuan sekedar pandai membaca, menulis dan menghafal Al-Quran semata. Sebagian di antara mereka mengajar untuk kepentingan duniawi atau mencari penghidupan saja, sehingga kurang mendapat penghormatan dari masyarakat. Namun tidak kurang dari mereka berilmu pengetahuan yang luas dan mengajar secara ikhlas sehingga mendapat kehormatan dan penghargaan yang mulia. Di antara mereka seperti Al Hajaj, Al-Kumait, Al-Khatib Ath ‘bin Abi Rabah dan lain-lain.<br />Pendidik umum ialah pendidik pada umumya, ia mengajar di lembaga-lembaga pendidikan dan mengelola atau melaksanakan pendidikan Islam secara formal seperti madrasah-madrasah, pondok pesantren, pendidikan di masjid, surau-surau, ataupun pendidikan informal seperti keluarga. <br />Pendidikan khusus atau seringkali disebut muadib yaitu pendidik yang memberikan pelajaran khusus kepada seorang atau lebih dari seorang anak pembesar, pemimpin negara atau khalifah seperti pendidikan yang dilaksanakan di rumah-rumah tertentu di istana. Dalam hal ini biasanya orangtua (ayah) terdidik bersama-sama dengan pendidik memilih dan menentukan mata pelajaran yang akan diajarkan kepada anak didik. Di samping itu agar anak didik dapat mengawasi murid-muridnya secara terus-menerus, orangtua menyediakan suatu ruangan khusus yang dapat dipakai oleh pendidik untuk makan, minum, istrahat dan tidur di tempat itu. Guru khusus ini biasanya memberikan pelajaran 4 jam atau lebih setiap hari dan ia tinggal bertahun-tahun di tempat itu. Karena itu anak didik dapat melanjutkan pelajarannya sampai ke tingkat yang dikehendaki. Orang tua terdidik umumnya sangat menghormati kepada guru khusus ini. Mereka juga memperhatikan keperluan-keperluan guru itu, karenanya guru tersebut memperoleh kedudukan/status ilmiah yang cukup tinggi dalam masyarakat. Umumnya orang suka untuk menjadi pendidik khusus ini. Hanya sedikit, boleh dikatakan dapat dihitung dengan jari orang yang menolak jabatan ini, dengan alasan karena zuhud, bahwa hidup itu semata-mata beribadat kepada Allah saja. Di antara yang menolak karena zuhud tersebut yaitu: Kholil bin Ahmad, Abdullah bin Idris; beliau-beliau itu lebih menyukai menjadi pendidik atau guru bagi anak-anak yang jumlahnya banyak (klasikal) daripada menjadi guru khusus, yaitu mengajar kepada anak-anak dari golongan tingkat tinggi saja.<br />Di kalangan tasawuf, guru atau pembimbing bagi pengikut ajaran tasawuf. Seringkali diistilahkan dengan Syekh yang berarti seorang pemimpin kelompok kerohanian, pengawasan murid-murid dalam segala kehidupan, penunjuk jalan dan dianggap sebagai perantara antara seorang murid dengan Tuhannya. Ia disebut juga dengan istilah Mursyidatul Khalifah, artinya ia adalah seorang yang mempunyai tingkat kerohanian yang tinggi, sempurna ilmu syariatnya, matang ilmu hakikat dan ilmu makrifatnya. Dengan kata lain seorang syekh adalah orang telah mencapai derjat yang sempurna yang dalam istilah tasawuf disebut maqam rajalul kamal.<br />Seringkali juga istilah syekh ini dipakai untuk menyebut seorang yang sangat luas ilmunya baik ilmu duniawi maupun ilmu ukhrawi serta berkhidmat /mendarmabaktikan ilmu yang dimilikinya untuk kepentingan umat manusia. Di antara ulama dan cendikiawan muslim yang mendapat laqab atau gelar syekh ini ialah Ibnu Khaldun, Muhammad Rasyid Ridha dan lain-lain. <br />Dalam lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indoensia pendidikan seringkali disebut ustaz dan kyai. Ustaz berasal dari bahasa arab yang berarti guru besar. Sebutan ini dipakai di kalangan lembaga pendidikan Islam formal yang pendidikan dan pengajarannya diselenggarakan dengan sistem madrasah (klasikal) seperti: madrasah, madrasah Diniyah dan lain-lain. Uztaz berarti guru besar, hanya dipakai di kalangan perguruan tinggi atau universitas Islam. Sedangkan kata kyai semula berasal dari bahasa Jawa yang dalam praktek kehidupan dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda, yaitu:<br />a. Sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat; umpanya: kyai Garuda Kencana dipakai untuk sebutan Kereta Emas yang ada di Keraton Yogyakarta. <br />b. Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.<br />c. Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada santrinya. Selain gelar Kyai, ia juga disebut seorang alim (orang yang luas pengetahuan Islamnya atau ulama.<br />Di Jawa Barat mereka disebut ajengan. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, ulama yang memimpin pesantren disebut kyai. Namun di zaman sekarang, banyak juga ulama yang cukup berpengaruh di masyarakat juga mendapat gelar “Kyai” walaupun mereka tidak memimpin pesantren. <br />Ditinjau dari segi status dan kaitannya dengan gaji yang mereka terima ada 2 (dua) macam:<br />a. Guru swasta yaitu pendidik Islam yang statusnya adalah swasta; artinya bukan pegawai negeri yang menerima gaji dari pemerintah, melainkan ia bekerja. Kadang-kadang ada di antara mereka yang menerima gaji dari yayasan pendidikan di tempat di mana ia bekerja, tetapi banyak pula di antara mereka yang tidak menerima gaji sepeser pun. Ia bekerja di lembaga pendidikan Islam ini hanya mengharapkan rida dan pahala dari Allah swt.<br />b. Guru negeri yaitu pendidik Islam yang statusnya sebagai pegawai negeri. Ia bekerja dan menerima gaji dari pemerintah. Kadang-kadang ia bekerja di lembaga pendidikan negeri tetapi adapula di antara mereka yang diperbantukan di lembaga-lembaga pendidikan Islam swasta. <br />5. Syarat-syarat yang Harus Dimiliki Pendidik <br />Menurut H. Mubangit bahwa syarat untuk menjadi pendidik/guru yaitu: <br />a. Dia harus orang yang beragama <br />b. Mampu bertanggung jawab atas kesejahteraan agama<br />c. Dia tidak kalah dengan guru-guru sekolah umum lainnya dalam membentuk warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa dan tanah air <br />d. Ia harus memiliki perasaan panggilan murni <br />Dari syarat syarat yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidik atau guru adalah orang-orang dewasa yang harus berakhlak baik dan mempunyai kecapan mendidik <br />Pendapat lain mengatakan bahwa syarat-syarat yang harus dipenuhi seorang guru agama agar usahanya berhasil dengan baik, ialah:<br />a. Dia harus mengerti mendidik sebaik-baiknya, sehingga segala tindakannya dalam mendidik disesuaikan dengan jiwa anak didik.<br />b. Dia harus memiliki bahasa yang baik dan menggunakannya sebaik mungkin, sehingga dengan bahasa itu anak tertarik kepada pelajarannya. Dan dengan bahasanya itu dapat menimbulkan perasaan yang halus pada anak <br />c. Dia harus mencintai anak. Sebab cinta senantiasa mengandung arti menghilang kepentingan diri sendiri untuk keperluan orang lain.<br />Dari syarat-syarat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa guru-guru harus bekerja sesuai dengan ilmu mendidik yang sebaik-baiknya dengan disertai ilmu pengetahuan yang cukup luas dalam bidangnya serta dilandasi rasa berbakti yang tinggi<br />Team penyusun buku teks Ilmu Pendidikan Islam Perguruan Tinggi Agama/IAIN merumuskan bahwa syarat untuk menjadi guru agama ialah bertakwa kepada Allah, berilmu, sehat jasmani, berakhlak baik, bertanggung jawab, dan berjiwa nasional. <br />Adapun kriteria jenis akhlak yang dituntut, antara lain: <br />a. Mencintai jabatannya sebagai guru,<br />b. Bersikap adil terhadap semua murid <br />c. Guru harus berwibawa<br />d. Guru harus gembira<br />e. Berlaku sabar dan tenang<br />f. Guru harus bersifat manusiawi<br />g. Bekerja sama dengan guru-guru yang lain<br />h. Bekerja sama dengan masyarakat <br />Dari syarat-syarat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa mengingat tugas sebagai guru agama adalah tugas yang berat tetapi mulia maka dituntut syarat-syarat jasmani, rohani dan sifat-sifat lain yang diharapkan dapat menunjang untuk memikul tugas itu dengan sebaik-baiknya. <br />Menurut al-Qosqosandi seorang pendidik Islam di zaman khalifah Fathimahdi mesir menetapkan bahwa syarat-syarat untuk dapat menjadi guru ialah:<br />a. Syarat fisik:<br />1) Bentuk tubuhnya bagus<br />2) Manis mukanya/berseri-seri <br />3) Lebar dahinya, dan<br />4) Dahinya terbuka dari rambutnya (bermuka bersih)<br />b. Syarat psikis:<br />1) Berakal sehat<br />2) Hatinya beradab<br />3) Tajam pemahamannya<br />4) Adil<br />5) Bersifat perwira (ksatria)<br />6) Luas dadanya<br />7) bila berbicara lebih dahulu terbayang dalam hatinya;<br />8) dapat memilih perkataan-perkataan yang mulia dan baik;<br />9) perkataannya jelas, mudah dipahami dan berhubungan satu sama lain; dan<br />10) menjauhi segala sesuatu yang membawa kepada perkataan yang tidak jelas.<br />Dalam hubungan ini Ibnu Muqaffa' menasihatkan bahwa barangsiapa ingin menjadi imam yang tegak jiwanya sebagai imam agama dalam masyarakat, hendaklah ia memulai lebih dahulu mengajar dirinya dan mengamalkan dalam tingkah laku, atau pendapat dan pembicaraannya. Mengajar dengantingkah lakunya adalah lebih berhasil daripada mengajar denganliaannya. Guru dan pendidik bagi dirinya lebih berhak mendapat ketinggian dan keutamaan daripada guru dan pendidik-pendidik terhadap orang lain.<br />Az-Zarmuji penyusun buku Ta'limul Mutaa'llim mengemukakan beberapa sifat guru.<br />a. Mempunyai kelebihan ilmu, maksudnya menguasai ilmu.<br />b. Wary'; kesanggupan menjaga diri dari perbuatan/tingkah laku yang terlarang.<br />Az-Zarnuji kemudian menambahkan denganmengutip pernyataan Imam Abu Hanifah ketika beliau mendapatkan Hammed Ibnu Sulaiman.<br />Abu Hanifah berkata: "Aku dapati dia (Hammad) sudah tua, berwibawa, santun dan penyabar, maka menetaplah aku di sampingnya dan akupun tumbuh berkembang."6) <br />Dari uraian tersebut di atas, dapat diaimpulkan bahwa tugas guru agama lebih berat dibandingkan dengantugas-tugas guru pada umumnya, di samping itu tugas sebagai guru agama terkandung pula, sebagai tugas suci memenuhi panggilan agama karena berkaitan erat denganibadah terhadap Tuhan. Sehubungan denganitu maka para ahli didik Ialam menentukan syarat-syarat yang bermacam-rnacam, kesemuanya itu hanya denganmaksud agar tugas itu dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.<br />6. Sifat-Sifat yang- Harus Dimiliki Pendidik <br />Menurut Prof. Dr. Moh. Athiyah Al Abrasyi seorang pendidik Ialam itu harus memiliki sifat-sifat tertentu agar ia dapat melaksanakan tugasnya denganbaik.<br />Adapun sifat-sifat itu ialah:<br />a. Memiliki sifat zuhud, tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari keridaan Allah semata.<br />b. Seorang guru harus bersih tubuhnya, jauh dari dosa besar, sifat ria (mencari nama), dangki, permusuhan, perseliaihan dan lainlain sifat yang tercela.<br />c. Ikhlas dalam kepercayaan, keikhlasan dan kejujuran seorang guru di dalam pekerjaannya menipakan jalan terbaik ke arah suksesnya di dalam tugas dan sukses murid-muridnya.<br />d. Seorang guru harus bersifat pemaaf terhadap muridnya, ia sanggup menahan diri, menahan kemarahan, lapang hati, banyak sabar dan jangan pemarah karena sebab-sebab yang kecil. Berpribadi dan mempunyai harga diri.<br />e. Seorang guru harus mencintai murid-muridnya seperti cintanya terhadap anak-anaknya sendiri, dan memikirkan keadaan mereka seperti, ia memikirkan keadaan anak-anaknya sendiri. Bahkan seharusnya ia lebih mencintai murid-muridnya daripada anaknya sendiri.<br />f. Seorang guru harus mengetahui tabiat, pembawaan, adat, kebiasaan, rasa dan pemikiran murid-muridnya agar ia tidak kelint dalam mendidik murid-muridnya.<br />g. Seorang guru harus menguasai mata pelajaran yang akan diberikannya, serta memperdalam pengetahuannya, tentang itu sehingga mata pelajaran itu tidak akan bersifat dangkal.7)<br />Imam AI-Ghazali menasihati kepada para pendidik Ialam agar memiliki sifat-sifat sebagai berikut :<br />a. Seorang guru harus menaruh rasa kasih sayang terhadap murid-muridnya dan memperlakukan mereka seperti perlakuan mereka terhadap anaknya sendiri.<br />b. Tidak mengharapkan balas jasa ataupun ucapan terima kasih, tetapi denganmengajar itu ia bermaksud mencari keridaan Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya.<br />c. Hendaklah guru menasihatkan kepada pelajar-pelajarnya supaya jangan sibuk denganilmu yang abstrak dan yang gaib-gaib, sebelum selesai pelajaran atau pengertiannya dalam ilmu yang jelas, konkrit dan ilmu yang pokok-pokok. Terangkanlah bahwa sengaja belajar itu supaya dapat mendekatkan diri kepada Allah, bukan akan bermegah-megahan denganilmu pengetahuan itu.<br />d. Mencegah murid dari sesuatu akhlak yang tidak baik denganjalan sindiran jika mungkin dan jangan denganterus terang, denganjalan halus dan jangan mencela.<br />e. Supaya diperhatikan tingkat akal pikiran anak-anak dan berbicara denganmereka menurut kadar akalnya dan jangan diaampaikan sesuatu yang melebihi tingkat tangkapnya agar ia tidak lari dari pelajaran, ringkasnya bicaralah denganbahasa mereka<br />f. Jangan ditimbulkan rasa benci pada diri murid mengenai suatu cabang ilmu yang lain, tetapi seyogianya dibukakan jalan bagi mereka untuk belajar cabang ilmu tersebut.<br />g. Seyogianya kepada murid yang masih di bawah umur, diberikan pelajaran yang jelas dan pantas untuk dia, dan tidak perlu diaebutkan kepadanya akan rahasia-rahasia yang terkandung di belakang sesuatu itu, sehingga tidak menjadi dingin kemauannya atau geliaah pikirannya.<br />h. Seorang guru harus mengamalkan ilmunya dan jangan berlain kata denganperbuatannya.8)<br />Dari uraian tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tugas sebagai guru adalah berat tetapi mulia. Dikatakan berat sebab jabatan guru menuntut pengorbanan yang besar serta dedikasi yang tinggi. Karena itu seorang guru tidak dapat mengelak dari tugasnya dalam waktu kapan dan dimanapun bilamana anak didiknya membutuhkan pertolongan atau bantuannya. Namun demikian jabatan guru adalah dihormati oleh siapapun walaupun mungkin gajinya sangat terbatas apabila dibandingkan denganjabatan jabatan lain yang tidak menuntut tanggung jawab sebesar dengantanggung jawab yang diberikan oleh guru. Di samping itu dari guru inilah orang yang tadinya beta huruf menjadi melek huruf, orang yang tadinya bodoh menjadi pandai, orang yang semula dalam keadaan kegelapan menjadi terang benderang dan seterusnya. Walhasil berkat jasa dari gurulah orang yang tadinya tidak dapat berbuat sesuatu kemudian menjadi dapat berbuat segala macam.<br />Abdurrahman An Nahlawi menyarankan agar guru dapat melaksanakan tugasnya denganbaik supaya memiliki sifat-sifat sebagai berikut :<br />a. Tingkah laku dan pola pikir guru bersifat Rabbani, sebagaimana telah dijelaskan di dalamsuratAli Imran ayat 79: "Akan tetapi hendaklah kalian inenjadi orang-orang. Rabbani." Yakni hendaklah kalian bersandar kepada Rabb denganmenaati-Nya, mengabdi kepada-Nya, mengikuti syarat-Nya clan mengenal sifatsifat-Nya. Jika guru, telah memiliki sifat Rabbani, maka dalam segala kegiatan mendidiknya akan bertujuan menjadikan para pelajarnya orang-orang Rabbani jugs; yaitu orang-orang yang melihat dampak dan dalil-dalil atas keagungan Allah, khusus' kepadaNya dan merasakan keagungan-Nya pada setiap periatiwa sejarah, sunah, kehidupan, sunah alam atau hokum alam. Tanpa sifat ini, guru tidak mungkin akan dapat mewujudkan tujuan pendidikan Ialam. Karma ibadah kepada Allah, menurut pendapat kita, harus meliputi pandengankits tentang alam, seluruh perbuatan kits di dalam hidup dan seluruh pikiran kita.<br />b. Guru seorang, yang ikhlas. Sifat ini termasuk kesempurnaan sifat Rabbaniyah. Dengankata lain, hendaknya denganprofesinya sebagai pendidik dan dengankeluasan ilmunya, guru hanya bermaksud mendapatkan keridaan Allah, mencapai dan menegakkan kebenaran; yakni menyebarkan ke dalam akal an anak dan membimbing mereka sebagai para pengikutnya. Jika keikhlasan telah hilang akan muncullah sifat saling mendangki di antara para guru, serta sifat pembenaran pendapat dan cara kerjanya sendiri, tanpa mau menghiraukan pandenganorang lain. Dalam keadaan seperti itu, maka sifat egoistic yang didukun bahwa nafsu akan mengganti pula hidup di atas kebenaran<br />c. Guru bersabar dalam mengajarkan berbagai pengetahuan kepada anak-anak. Hal ini memerlukan latihan dan Mangerti, berarti dalam menggunakan metode, serta melatih jiwa dalam mem kesusahan. Di samping itu, karena manusia tidak lama dalam kemampuan belajarnya, guru tidak boleh menuruti hawa nafsunya ingin segera melihat hasil kerjanya sebelum pengajarannya itu terserap dalam jika anak, yang melahirkan hasrat untuk menerapkan dalam perbuatan; sebelum tingkah lakunya dikembangkan dan sebelum mereka merasa mapan sehingga tergugah gairahnya untuk mengkaji ulang mengamalkan yang mereka pelajari dalam hidup dan masyarakat mereka, belajar dan mengajar atas dasar sikap sabar dapat bermuara pada kebangkitan umat.<br />d. Guru jujur dalam menyampaikan apa yang diserukannya. Tanda kejujuran itu ialah menerapkan anjurannya itu pertama-tama pada dirinya sendiri. Jika ilmu dengan amalnya telah sejalan, maka para pelajar akan mudah meniru dan mengikutinya dalam setiap perkataan dan perbuatannya. Tetapi jika perbuatannya bertentangan dengan seruannya, maka pada para pelajar timbul keengganan mengamalkan apa yang diucapkannya; atau setidak tidaknya merasa bahwa perkataan gurunya itu tidak sungguhsungguh,<br />e. Guru senantiasa membekali diri dengan ilmu dan kesediaan membiasakan untuk terus mengkajinya. Kitt melihat, bagaimana Allah memerintahkan kepada para pengikut Rasul supaya menjadi orang-orang Rabbani yah dengan mempelajari Al-Kitab dan mengajarkannya.<br />f. Guru mampu menggunakan berbagai metode mengajar secara bervariasi menguasainya dengan baik serta mampu menentukan dan memilih metode mengajar yang selaras bagi materi pengajaran serta situasi belajar mengajarnya.<br />g. Guru mampu mengelola siswa, tegas dalam bertindak serta meletakkan berbagai perkara secara proporsional. Dengan demikian guru tidak akan bersikap keras dalam kondisi yang semestinya dia bersikap lunak, dan tidak pula bersikap lunak dalam kondisi yang seharusnya dia bersikap tegas. Karakteristik ini merupakan salah satu sifat pemimpin. Memang guru adalah pemimpin kelas. Dia adalah orang yang patut dicontoh dan dipatuhi oleh para pelajar.<br />h. Guru mempelajari kehidupan psikis para pelajar selaras dengan masa perkembangannya ketika ia mengajar mereka, sehingga dia dapat memperlakukan mereka sesuai dengan kemampuan akal dan kesiapan psikis mereka.<br />i. Guru tanggap terhadap berbagai kondisi dan perkembangan dunia yang mempengaruhi jiwa, keyakinan dan pola berpikir angkatan muda. Di samping itu, hendaknya memahami pula berbagai problema kehidupan modern serta cara bagaimana dalam menghadapi dan mengatasinya. Hal ini dapat diupayakan dengan disertai wawasan tertulis serta keterampilan bertindak, sambil mengikuti dan memahami gejolak dan suara remaja, mengkaji berbagai informasi dan keluhan mereka yang menimbulkan keresahan.<br />Dengan kata lain guru hendaknya meneliti sebab-sebab keresahan pelajar dan menganalisisnya dengan bijaksana dan memuaskan.<br />j. Guru bersikap adil di antara para pelajarnya; tidak cenderung kepada salah satu golongan di antara mereka dan tidak melebihkan seseorang atas yang lain, dan segala kebijaksanaan dan tindakannya ditempuh dengan jalan yang benar dan dengan memperhatikan setiap pelajar, sesuai dengan perbuatan serta kemampuannya. Rasulullah SAW sendiri telah diperintahkan supaya bersikap adil, meskipun beliau adalah contoh teladan bagi para guru.9)<br /><br />7. Pendidik dalam Perspektif Pendidikan Islam<br />Dalam pendidikan Islam, pendidik memiliki anti dan peranan yang sangat penting, hal ini disebabkan ia memiliki tanggung jawab dan menentukan arah pendidikan. Itulah sebabnya Dalam sangat menghargai dan menghormati orang-orang yang berilmu pengetahuan dan bertugas sebagai pendidik. Dalam mengangkat derajat mereka dan memuliakan mereka melebihi dari pada orang Ialam lainnya yang tidak berilmu pengetahuan dan bukan pendidik.<br />Allah berfirman:<br /><br />Artinya:<br />"Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetaluran beberapa derajat”<br />(QS. A1-Mujadalah: 11)<br /><br />Bahkan arang-orang yang berilmu pengetahuan dan mau mengajarkan ilmunya kepada mereka yang membutuhkan akan disukai oleh Allah dan didoakan oleh penghuni langit, penghuni bumi seperti semut dan ikan di dalam Taut agar ia mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan.<br /><br />Rasulullah SAW bersabda:<br /><br />Artinya:<br />"Sesungguhnya Allah Yang Mafia Suci, malaikat-Nya, penghuni-penghuni langit-Nya dan bumf-Nya termasuk semut dalam lubangnya dan termasuk ikan dalam laut akan mendoakan keselamatan bagi orang-orang yang mengajar manusia kepada kebaikan."<br />HR. Tirmizi)<br /><br />Demikianlah keberuntungan yang dimiliki oleh orang berilmu pengetahuan dan mau mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Sehubungan dengan itu maka dalam mengimbau kepada orang berilmu untuk suka mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Bagi mereka yang tidak mau menanggapi imbauan tersebut bahkan menyembunyikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya maka ia diancam dengan kekangan api neraka.<br />Rasulullah SAW bersabda:<br /><br /></span>Mahasiswa UMSU FAIhttp://www.blogger.com/profile/16783295075516192727noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3522919220733835606.post-40632032737579294072009-10-25T23:42:00.000-07:002009-10-26T06:08:47.330-07:00Virus-virus Hati I<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjA6au6lrB5uirRDEOLwXBoWXJnG1h8WP1HTgHGfFpVPW4v9vn7ASoOFrzVkbnr8nTEuHGWZiqO98pE1h3lMKuYaHpjB73IyTZBcZn7uxtbSiv6GjZNhjVB-mPE8Ej61ybkbFHGPlSmuDwM/s1600-h/Agus+Salim.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 226px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjA6au6lrB5uirRDEOLwXBoWXJnG1h8WP1HTgHGfFpVPW4v9vn7ASoOFrzVkbnr8nTEuHGWZiqO98pE1h3lMKuYaHpjB73IyTZBcZn7uxtbSiv6GjZNhjVB-mPE8Ej61ybkbFHGPlSmuDwM/s320/Agus+Salim.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5396894793133002322" /></a><br />Perilaku manusia yang diekspresikan melalui anggota tubuh merupakan cerminan dari segumpal daging yang ada dalam tubuh manusia (hati). Baik dan buruknya perilaku manusia tergantung bersih atau tidaknya si pemilik hati. Islam sangat memperhatikan terhadap kebersihan jasmaniah dengan cara memperhatikan kebersihan lingkungan dan badan. Begitu juga Islam sangat memperhatikan kebersihan bathiniyah dengan cara istighfar dan bertaubat kepada Allah swt. Jika manusia tidak memperhatikan kebersihan jasmaninya, konsekuensinya adalah datangnya berbagai penyakit. Begitu juga hati yang tak pernah diperhatikan kebersihannya akan timbul berbagai virus-virus hati (penyakit hati).<br /><br />Sebenarnya, awal dari munculnya penyakit hati itu bersumber dari sikap rakus dan dengki. Ulama Salaf mengatakan, "Sesungguhnya segala kekeliuran itu ialah kedengkian. Iblis dengki kepada Adam karena kedudukan yang diperoleh Adam. Sehingga ia enggan menghormatinya. Jadi, ia didorong oleh kedengkiannya sampai suatu kemaksiatan yang besar". Allah swt. berfirman, "Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya." (QS. Ali Imran: 19)<br /><span class="fullpost"><br />Iblis pada awalnya berada di surga sebelum Adam diciptakan. Layaknya seperti Malaikat, Iblis juga memuji dan mentaati Allah swt. Dikarenakan begitu taatnya iblis, ia memiliki gelar al-Abid (ahli ibadah), az-Zahid (ahli zuhud), al-Arif (ahli makrifah), at-Taqi (ahli takwa), al-Khazin dan Azazil. Namun karena keengganannya untuk sujud kepada Adam ia diusir dari surga. Peristiwa keluarnya Iblis dan Adam dari surga memberikan isyarat bahwa orang yang diliputi penyakit hati akan menduduki posisi yang rendah di tengah-tengah komunitas masyarakat dan di hadapan Allah swt. Tak jarang dijumpai dikarenakan tidak dapat mengendalikan hatinya ia tega untuk membunuh saudara biologis atau saudara seagamanya sendiri.<br /><br />Habil adalah orang yang pertama melakukan pembunuhan pertama di permukaan bumi sejak Adam keluar dari surga. Habil membunuh saudaranya dikarenakan kedengkian kepada Kabil. Dalam konteks kekinian, hal yang serupa juga terjadi. Walaupun temanya berbeda-beda namun yang melatar-belakangi tindakan-tindakan yang tidak terpuji dikarenakan adanya unsur sakit hati, dengki, dendam dan lainnya.<br />Nabi Nuh as. pernah beraudiensi dengan Iblis sebelum peristiwa banjir besar yang melanda umatnya. Dalam pertemuan singkat ini Iblis membeberkan dua cara untuk menjerumuskan umat manusia.<br /><br />Dalam pertemuan ini iblis hanya menjelaskan dua rahasia saja, tidak menerangkan satu cara lagi. Ketika itu Allah berfirman kepada Nabi Nuh, "Sesungguhnya kamu tidak memerlukan yang ketiga." Lalu Nabi Nuh menanyakan dua cara Iblis untuk menjerumuskan manusia. Iblis menjawab, "Dua hal ini tidak pernah meleset untuk menjerumuskan manusia, yakni rakus dan dengki. Hanya dikarenakan dengki aku diusir dari surga dan menjadi makhluk yang terlaknat dan terkutuk. Mengenai rakus, sesungguhnya semua yang ada dalam surga diperuntukkan kepada Adam dan istrinya kecuali syajarah. Aku mampu menyeretnya dari surga dikarenakan sifat rakus (ingat! Ini ucapan Iblis)." Oleh karena dua jenis penyakit ini yang telah mengeluarkan iblis dan Nabi Adam beserta istrinya dari surga, selayaknya kita umat yang datang kemudian untuk dapat mengambil pelajaran dari kisah-kisah umat yang terdahulu. Agar kita tidak terjerumus pada kasus yang sama.<br /><br />Virus-virus hati (rakus dan dengki) tidak membunuh jasad manusia, tetapi ia membunuh segumpal hati manusia. Sedangkan hati manusia adalah sentral yang mengkontrol seluruh kegiatan anggota tubuh manusia. Jika hati telah ternoda dengan suatu penyakit, konsekuensinya adalah hatinya tidak dapat memahami tanda-tanda kebesaran Allah, telinga tidak dapat lagi mendengar nasihat dan mata tidak dapat lagi melihat yang baik dan buruk.<br />Banyak sekali Hadis yang menerangkan dampak negatif dari penyakit hati. Hal ini menunjukkan begitu bahayanya virus ini. Nabi saw. bersabda, "Janganlah kamu saling mendengki, jangan saling memutuskan tali silaturrahim, jangan saling belakang-membelakangi (berseteru), dan jadilah kamu semua hamba Allah yang bersaudara, sebagaimana yang diperintahkan Allah kepada kamu." (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)<br />Ibnu Sirin pernah berkata, "Saya tidak pernah mendengki pada seseorang pada seseorang dalam urusan apapun. Apakah perlunya saya mendengki pada seseorang? Sebab jikalau itu dalam urusan keduniaan, sedangkan orang tersebut termasuk dalam golongan ahli surga. Bagaimana saya beriri hati padanya dalam hal urusan kedunian tadi, padahal benda di dunia ini semuanya hina bila dibandingkan yang ada di dalam surga. Sebaliknya jikalau orang itu adalah golongan ahli neraka, maka bagaimana saya beriri hati padanya dalam urusan keduniaan, padahal orang itu sendiri akan dijerumuskan dalam neraka." Ungkapan Ibnu Sirin ini mengandung sejuta hikmah bagi orang mau merenungkan ungkapan ini.<br /><br />Imam al-Gazali mengemukakan sebab-sebab tumbuhnya dengki dalam hati. Di antaranya adanya sikap permusuhan dan kebencian, perasaan tinggi hati, ambisi dalam hal kepempimpinan dan disebabkan watak manusia itu sendiri.<br />Setiap manusia memiliki potensi untuk berperilaku baik dan buruk. Begitu juga sebaliknya, manusia memiliki watak yang rakus. Nabi saw. bersabda, "Andaikan keturunan Nabi Adam memiliki dua lembah gunung emas, pastilah ia mencari yang ketiganya sebagai tambahan dari dari dua lembah gunung emas yang sudah ada." (HR. Bukhari dan Muslim)<br /><br />Walaupun begitu, virus-virus hati yang mengendap dalam hati dapat dihilangkan. Namun untuk menghilangkannya tidaklah semudah untuk menghilangkan penyakit jasmani, diperlukan latihan secara berkesinambungan. Untuk mengobati beban penyakit jasmani saja diperlukan waktu untuk sembuh. Apalagi penyakit hati, sifatnya abstrak.<br />Ada beberapa pengajaran yang diwariskan ulama yang terdahulu untuk mengobati hati yang sakit. di antaranya adalah iman dan amal. Maksud dari amal adalah zikir (ingat), muhasabah (memperhitungkan amal ibadah sendiri) dan muraqabah (merasa diawasi zat Allah). Zikir dimaksud di sini adalah bukan semata-mata membaca tasbih, tahmid, tahlil dan takbir semata. Namun lebih diutamakan adalah menzikiri diri. Artinya adalah intropeksi diri sejauh dosa dan maksiat yang pernah dikerjakan.<br />Coba kita merenung diri sejenak, sudah berapa banyak orang dizalimi dikarenakan hati yang tak pernah dirawat. Berapak banyak pula orang yang didengki tanpa alasan yang dibenarkan. Perlu diketahui, orang didengki tak pernah dirugikan sedikitpun. Bahkan orang didengki Allah berikan kepadanya nikmat yang banyak, kesenangan dan keberuntungan sehingga membuat orang yang mendengki semakin gerah. Sedangkan orang yang mendengki selalu berada dalam kesusahan dan tidak pernah tersenyum ketika saudaranya mendapat nikmat.<br /><br />Hai jiwa yang dimuliakan Allah! Pernah engkau memikirkan keadaan dirimu sendiri dalam alam yang tak ada tempat orang meminta pertolongan. Sedangkan diri dalam keadaan berdosa terhadap saudaramu. Siapakah orang yang membela dirimu ketika jiwa-jiwa ketika itu tunduk tak berdaya? Sudah berapa banyak umur yang kau gunakan untuk mempersiapkan jasadmu yang akan hancur ditelan bumi jika detik ini makhluk Allah yang tak pernah durhaka datang untuk mencabut ruh yang Allah titipkan kepadamu? Sadari dan renungkanlah………..<br /></span>Mahasiswa UMSU FAIhttp://www.blogger.com/profile/16783295075516192727noreply@blogger.com0